Hujan sore ini turun sangat deras. Angin berhembus kencang,
menyisakan dingin yang menusuk pori-pori. Pak Ahmad dan istrinya menghentikan
aktivitas dan bergegas menuju ranjang. Saling berpelukan menepis rasa takut dan
perasaan terpukul di atas tempat yang paling nyaman itu. Begitulah kebiasaan
mereka bila hujan turun sangat deras.
***
Dua bulan sebelumnya. Pak Ahmad berdiri menatap langit lewat
jendela kaca rumahnya. Hujan tak kunjung berhenti sejak kemarin sore sampai
dini hari. Syukurlah, pagi ini hujan turun tak begitu deras.Walaupun begitu,
laki-laki setengah baya itu tetap merasa was-was. Mungkin karena mendengar kabar
kemarin sore tentang anak yang terbawa arus sungai yang sedang pasang di
pesawahan.
Dilihatnya beberapa anak tetangga berlari-lari kecil menuju
rumahnya.
“Assalamu’alaikuuum, Faaqiih, ayo kita bermain..,“ teriak salah
seorang di antara mereka. Rupanya mereka teman-teman Faqih, anak Pak Ahmad,
yang masih berumur enam tahun.
Mendengar ajakan teman-temannya, Faqih berlari menemui ibunya yang
sedang memasak di dapur.
“Bu, Faqih boleh main sama teman-teman ya?“ Faqih mengglendot ke
pinggang ibunya.
“Izin Bapak sana!”
“Jangan, jangan keluar dulu, Faqih! Di luar masih hujan,” jawab Pak
Ahmad sepontan ketika mendengar istrinya menyuruh anaknya untuk izin kepadanya.
Dia tak ingin kejadian kemarin menimpa anak satu-satunya juga. Dia terlalu
khawatir.
Mendengar jawaban ayahnya, Faqih berjalan menuju ruang tamu dengan
putus asa. Teman-temannya masih menunggunya di teras depan.
“Ayo, Faqih. Kita bermain bola!” kata seorang temannya ketika
melihat Faqih dari kaca riben. Faqih hanya menggelengkan kepala. Setelah itu
tak ada ajakan kepada Faqih lagi. Teman-temannya mengerti Faqih dilarang
orangtuanya bermain di luar rumah kala hujan.
Faqih masih tak beranjak dari kaca jendela rumahnya. Dia memandangi
teman-temannya yang sedang bermain. Asyik sekali tampaknya.
Tak perlu menunggu terlalu lama, rasa iba merambat ke dalam hati
Pak Ahmad dan istrinya.
“Ya sudah. karena tinggal rintik-rintik, kamu boleh main. Tapi
syaratnya kamu tidak boleh main di sungai.”
Faqih mengerjap-kerjap gembira. Diciumnya pipi Pak Ahmad
berkali-kali.
“Terima kasih, Ayah...”
Setelah beberapa menit membiarkan anaknya bermain, Pak Ahmad
memastikan keberadaan anaknya, apakah masih di depan rumahnya atau tidak. Tetapi,.dia tak menjumpai seorang pun di teras. sempurna
sudah kekhawatirannya. Tanpa menunda-nunda, dia mencari anak semata wayangnya. Bertanya
kepada tetangga dan siapa saja yang dia temui. Jawaban mereka tetap sama; tidak
tahu.
Pak Ahmad tidak putus asa dan terus mencarinya, sampai akhirnya dia
bertemu dengan seorang anak.
“Nak, kau lihat Faqih tidak?”
“Ya, Pak, tadi saya lihat dia sedang mengejar mainannya yang jatuh
di sungai” jawab anak itu sambil menunjuk ke arah sungai.
Mendengar jawaban anak itu, dia kaget dan segera menelusuri sungai
tersebut, tapi sayang usahanya sia-sia. Karena kecapekan mencari anaknya dan
belum ketemu juga, akhirnya dia pulang dengan tangan hampa.
Waktu Dhuhur sebentar lagi tiba. Faqih belum juga pulang. Sekali
lagi Pak Ahmad keluar dengan sepeda ontelnya untuk mencari Faqih. Baru beberapa
kayuh, Pak Ahmad melihat orang-orang berlarian menuju satu arah. Karena
penasaran, dia menyusul mereka.
“Ada apa ini, kok semuanya pada berlarian?” tanyanya pada salah
satu dari mereka.
“Katanya ada seorang anak yang meninggal di sawah sana.” Jawab
orang tersebut sambil menunjuk ke arah utara. Mendengar jawaban tersebut
hatinya berdegup kencang. Gugup, dia menelusuri jalanan di pinggir sawah.
Pak Ahmad menelusup ke kerumunan orang. berharap tahu siapa anak
itu. Bukan Faqih! Bukan Faqih! Harapnya dalam hati.
Seorang bocah tersungkur, tak sadarkan diri. dan saat itu seakan
dunia runtuh menimpa jantung Pak Ahmad...
Faqih...
Jantung Faqih diraba. Ada detak di sana tetapi lemah sekali. Faqih segera
di bawa ke RS terdekat.
Tetapi takdir Allah berada di atas segalanya. Belum sampai tujuan,
nyawanya tak terselamatkan.
Pak Ahmad mendekap erat istrinya yang terlihat masih sangat syok.
Apa yang dikhawatirkannya terjadi, sungai itu mengambil anaknya.
***
Hujan sudah reda, Pak Ahmad dan istrinya turun dari
ranjang untuk memulai aktivitas. Sayup-sayup, dari luar rumah terdengar
teriakan, “Tolong, tolong, ada anak tenggelam di sungai..” Suami istri itu
saling berpandangan, sungai itu lagi-lagi memakan korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar