Rabu, 01 Mei 2013

DI ANTARA DUA MALAM PERTAMA

Wanita itu bernama Salma, sebuah nama yang sangat indah sekali. Kelembutannya, keanggunannya, kesopanannya, sangat kontras sekali dengan nama yang disandangnya. Tak heran jika banyak lelaki yang mendambakan pendamping hidup sesempurna Salma. Bukan karena kecantikannya yang memesona, tapi tak lain adalah karena perangainya yang sangat terpuji. Mungkin perangai inilah yang mewarnai aura jasmaninya, sehingga tak seorang pun yang meragukan kecantikan yang dimilikinya.
Salma sama sekali tak pernah mengenal laki-laki ajnabi (asing). Ia benar-benar menjaga kesucian dirinya, tak ingin setitik noda mengotori hatinya. Ia selalu merawat imannya, menjaga akhlaknya, dan menamengi dirinya dengan kain panjang yang menjurai dari kepala hingga kakinya.
Hari ini adalah hari istimewa buat Salma. Allah menganugerahinya seorang laki-laki yang mau menerimanya tanpa memintanya untuk membuka tabir wajahnya. Yah, memang seperti laki-laki muslim yang lainnya, terpesona bukan karena kecantikan jasmaninya, tetapi karena kecantikan akhlak dan rohaninya.
Upacara diadakan secara islami. Tak seorang pun yang mempermasalahkan tekhnis penyelenggaraan upacara ini. Semuanya merasa nyaman dengan syari’at Allah dan Rasulnya. Walimatul urs benar-benar berjalan lancar.
Malam telah tiba. Malam ini merupakan malam pertama bagi Salma dan suaminya. Malam yang kebanyakan orang mengatakannya sebagai malam yang paling indah. Bagaimana tidak, dua orang yang tak saling mengenal tiba-tiba duduk bersama, saling berkenalan, saling mencoba merajut cinta.
Salma dan suaminya menikmati hidangan malam pertamanya dengan amat suka cita. Cerita-cerita menarik dan lucu meluncur begitu saja dari bibir-bibir mereka. Yah menikmati hidangan sambil bersenda gurau. Indah sekali. Tetapi suasana indah itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba mereka mendengar sebuah ketukan di pintu. Suami Salma mendesah sebal.
“Siapa sih yang datang malam-malam begini?” Wajahnya terlihat sangat kesal dan marah. Merasa kesibukannya terusik. Dengan cepat Salma bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu. Ia berhenti tepat di belakang pintu.
“Siapakah bertamu malam-malam begini?” Tanyanya lembut .
“Saya tuan, bolehkah saya meminta sedikit makanan?” Jawab orang yang berada di balik pintu. Suaranya purau dan lemah. Seakan benar-benar membutuhkan makanan.
Salma kembali ke tempat suaminya duduk dan langsung mendapat sambutan berupa pertanyaan ketus dari suaminya.
“Siapa yang ada di pintu itu?” Pertanyaan yang disertai amarah.
“Pengemis yang meminta sedikit makanan, Mas ...” Salma menjawab dengan hati-hati.
“Huh! Inikah orang yang mengusik istirahat kita padahal kita sedang menikmati malam pertama kita?!” Kata suami Salma dengan penuh amarah. Laki-laki itu bergegas keluar untuk menemui pengemis yang berada di luar. Salma hanya berdiri terpaku menyaksikan amarah suaminya yang tak terkendalikan itu.
‘Buk! Buk!’ Suara pukulan dan tendangan yang dilakukan bertubi-tubi. Sebuah pelampiasan yang sangat tak berperikemanusiaan.
“Pergi sana! Dasar pengemis tak tahu diri! Bertamu malam-malam ... ! Mengganggu saja! Sana pergi! Pergi! Cepat! Buk. Buk.”
“Ampun Tuan, Ampun..,” rintihan pengemis malang itu terdengar menyayat hati.
Akhirnya pengemis itu pun pergi membawa rasa laparnya yang sangat dan rasa perih dari luka yang memenuhi ruh, jasad dan kemuliaan harga dirinya.
Salma mengatupkan kedua tangannya. Tak disangkanya, laki-laki yang baru saja sah menjadi belahan jiwanya melakukan perbuatan kasar yang sangat dibencinya.
Suami Salma masuk kembali menemui pengantinnya. Nafasnya terengah-engah. Dadanya sesak karena emosi dan amarahnya yang meledak-ledak. Kecewa dengan pengemis yang tega memutus kesenangannya duduk-duduk bersama istrinya. Salma pelan-pelan mendekati suaminya, dan mengelusnya lembut. Berusaha menenangkan suaminya.
“Aaagh... hh..hh..” “Aaagh...hh..hh..”
Salma panik. Tiba-tiba saja suaminya merintih kesakitan. Sepertinya ada sesuatu yang merasuki tubuhnya sehingga ia meronta-ronta tak terkendalikan diri.
“Mas ... Mas ... oh, ya Rabb. Lahaula wala quwaata illa billah. Ya Allah, bantulah hamba..”. Salma berusaha mengendalikan suaminya yang tambah meronta dan memukuli kepalanya sendiri. Salma kwalahan. Tiba-tiba suaminya lari terpontang-panting menuju pintu depan dan akhirnya keluar rumah. Salma mengejarnya, tapi usahanya sia-sia. Suaminya telah lari jauh dari dirinya.
Jalanan sepi. Salma terduduk lemas di tengah jalan. Nafasnya sesak. Air matanya mengalir deras tak terbendung. Ia bingung harus berbuat apa. Lampu-lampu rumah sudah padam. Para penghuninya tentu sudah tertidur lelap.
***
Kini, sudah 10 tahun Salma hidup mandiri tanpa pendamping. Suaminya yang hilang sudah tak terdeteksi lagi kemana perginya. Polisi pun juga tak menemukan jejaknya.
Seorang saudagar kaya raya mempersuntingnya. Salma yang telah menjanda 10 tahun menerima lamaran yang diajukan kepadanya. Resepsi pernikahan segera dilaksanakan dengan meriah dan syahdu. Salma mengharap, semoga pernikahan ini akan mengobati rasa sedihnya yang ia rasakan selama 10 tahun ini.
Malam pun tiba. Ini adalah malam pertama yang kedua kalinya Salma rasakan. Hidangan malam sudah ia siapkan sesempurna mungkin. Ia ingin benar-benar bisa menikmati malam pertamanya kali ini.
Salma dan suaminya menikmati hidangan malam pertama dengan amat suka cita. Cerita-cerita menarik dan lucu meluncur begiatu saja dari bibir-bibir mereka. Yah menikmati hidangan sambil bersenda gurau. Indah sekali. Tetapi suasana indah itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba mereka mendengar sebuah ketukan di pintu.
“Salma, coba lihatlah siapa yang bertamu malam-malam begini. Dan tanyailah, apa keperluannya “. Kata suaminya lembut. Salma segera bangkit dari duduknya dan bergegas menuju pintu.
“Siapa kah di luar?” tanyanya lembut.
“Pengemis, Tuan. Mohon sedikit makanannya, Tuan. Aku sangat lapar sekali”. Suara purau itu menjawab lirih. Salma kembali kepada suaminya.
“ Seorang pengemis, Mas. Dia kelaparan dan menginginkan sedikit makanan “. Salma menatap suaminya, meminta pertimbangan. Sedangkan yang ada di meja makan hanyalah hidangan spesial yang dipersiapkan untuk pasangan pengantin baru itu.
Suaminya, mengambil hidangan yang ada..
“Berikan ini pada pengemis itu. Biarkanlah ia makan sampai kenyang. Kita akan memakan apa yang tersisa ...”.
Salma menemui pengemis dan menyerahkan makanan yang ia bawa kepadanya.
Tak lama, Salma kembali masuk menemui suaminya. Tetapi ia dalam keadaann terisak. Suaminya menatap heran.
“ Ada apa dengan mu? Mengapa menangis? Apa yang terjadi? Apakah pengemis itu mencacimu?” Tanya suami Salma penuh dengan kekhawatiran. Salma semakin terisak. Ia menggelengkan kepalanya.
“Tidak ..” jawabnya disela-sela tangisnya.
“Apakah dia menghina mu?”
“Tidak ..”
“Dia mengganggumu?” Salma kembali menggelengkan kepalanya.
“Lalu, apa yang membuatmu menangis?”
“Suamiku, pengemis yang saat ini duduk di depan pintumu itu, dan memakan makananmu, dia adalah suamiku yang hilang 10 tahun yang lalu.. Dahulu, saat malam pertama ku bersamanya, seorang pengemis mengetuk pintu kami. Lalu suamiku keluar dan memukulinya kemudian mengusirnya. Tatkala suamiku kembali masuk, keadaannya sudah seperti sekarat. Dia meronta-ronta sangat kesakitan. Aku menyangka dia kesurupan atau kemasukan jin. Dia benar-benar tak terkendali sedangkan aku sendiri kwalahan menenangkannya. Tiba-tiba suamiku lari kencang tanpa tahu kemana ia pergi. Setelah itu aku tak melihatnya lagi, kecuali hari ini sedangkan ia sudah menjadi pengemis. 
Suami Salma terhenyak mendengar cerita istrinya, dan tangisnya pun pecah. Salma kebingungan melihat suaminya tiba-tiba menangis.
“Mas, Anda mengapa? Apa yang membuatmu menangis?”
“Salma, tahukah kamu siapakah pengemis yang dipukuli oleh suamimu waktu itu?” Suami Salma menatap istrinya dengan mata sembab. Salma terkejut dengan pertanyaan suaminya.
“Siapa?!”
“Pengemis itu adalah aku”, jawab suami Salma lirih, ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, dan kembali terisak.Salma terpaku mendengar ucapan suaminya.
“Lahaula wala quwwata illa billah” katanya lirih.
  
-THE END-

#  كما تدين تدان #