DI ANTARA DUA MALAM PERTAMA
Wanita itu bernama Salma, sebuah nama yang sangat indah sekali. Kelembutannya,
keanggunannya, kesopanannya, sangat kontras sekali dengan nama yang
disandangnya. Tak heran jika banyak lelaki yang mendambakan pendamping hidup
sesempurna Salma. Bukan karena kecantikannya yang memesona, tapi tak lain
adalah karena perangainya yang sangat terpuji. Mungkin perangai inilah yang
mewarnai aura jasmaninya, sehingga tak seorang pun yang meragukan kecantikan
yang dimilikinya.
Salma sama sekali tak pernah mengenal laki-laki ajnabi (asing). Ia
benar-benar menjaga kesucian dirinya, tak ingin setitik noda mengotori hatinya.
Ia selalu merawat imannya, menjaga akhlaknya, dan menamengi dirinya dengan kain
panjang yang menjurai dari kepala hingga kakinya.
Hari ini adalah hari istimewa buat Salma. Allah menganugerahinya
seorang laki-laki yang mau menerimanya tanpa memintanya untuk membuka tabir
wajahnya. Yah, memang seperti laki-laki muslim yang lainnya, terpesona bukan
karena kecantikan jasmaninya, tetapi karena kecantikan akhlak dan rohaninya.
Upacara diadakan secara islami. Tak seorang pun yang mempermasalahkan
tekhnis penyelenggaraan upacara ini. Semuanya merasa nyaman dengan syari’at Allah
dan Rasulnya. Walimatul urs benar-benar berjalan lancar.
Malam telah tiba. Malam ini merupakan malam pertama bagi Salma dan
suaminya. Malam yang kebanyakan orang mengatakannya sebagai malam yang paling
indah. Bagaimana tidak, dua orang yang tak saling mengenal tiba-tiba duduk
bersama, saling berkenalan, saling mencoba merajut cinta.
Salma dan suaminya menikmati hidangan malam pertamanya dengan amat suka
cita. Cerita-cerita menarik dan lucu meluncur begitu saja dari bibir-bibir
mereka. Yah menikmati hidangan sambil bersenda gurau. Indah sekali. Tetapi
suasana indah itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba mereka mendengar sebuah
ketukan di pintu. Suami Salma mendesah sebal.
“Siapa sih yang datang malam-malam begini?” Wajahnya terlihat sangat
kesal dan marah. Merasa kesibukannya terusik. Dengan cepat Salma bangkit dari
duduknya untuk membukakan pintu. Ia berhenti tepat di belakang pintu.
“Siapakah bertamu malam-malam begini?” Tanyanya lembut .
“Saya tuan, bolehkah saya meminta sedikit makanan?” Jawab orang yang
berada di balik pintu. Suaranya purau dan lemah. Seakan benar-benar membutuhkan
makanan.
Salma kembali ke tempat suaminya duduk dan langsung mendapat sambutan
berupa pertanyaan ketus dari suaminya.
“Siapa yang ada di pintu itu?” Pertanyaan yang disertai amarah.
“Pengemis yang meminta sedikit makanan, Mas ...” Salma menjawab dengan
hati-hati.
“Huh! Inikah orang yang mengusik istirahat kita padahal kita sedang
menikmati malam pertama kita?!” Kata suami Salma dengan penuh amarah. Laki-laki
itu bergegas keluar untuk menemui pengemis yang berada di luar. Salma hanya
berdiri terpaku menyaksikan amarah suaminya yang tak terkendalikan itu.
‘Buk! Buk!’ Suara pukulan dan tendangan yang dilakukan bertubi-tubi.
Sebuah pelampiasan yang sangat tak berperikemanusiaan.
“Pergi sana! Dasar pengemis tak tahu diri! Bertamu malam-malam ... !
Mengganggu saja! Sana pergi! Pergi! Cepat! Buk. Buk.”
“Ampun Tuan, Ampun..,” rintihan pengemis malang itu terdengar menyayat
hati.
Akhirnya pengemis itu pun pergi membawa rasa laparnya yang sangat dan
rasa perih dari luka yang memenuhi ruh, jasad dan kemuliaan harga dirinya.
Salma mengatupkan kedua tangannya. Tak disangkanya, laki-laki yang baru
saja sah menjadi belahan jiwanya melakukan perbuatan kasar yang sangat
dibencinya.
Suami Salma masuk kembali menemui pengantinnya. Nafasnya
terengah-engah. Dadanya sesak karena emosi dan amarahnya yang meledak-ledak.
Kecewa dengan pengemis yang tega memutus kesenangannya duduk-duduk bersama
istrinya. Salma pelan-pelan mendekati suaminya, dan mengelusnya lembut.
Berusaha menenangkan suaminya.
“Aaagh... hh..hh..” “Aaagh...hh..hh..”
Salma panik. Tiba-tiba saja suaminya merintih kesakitan. Sepertinya ada
sesuatu yang merasuki tubuhnya sehingga ia meronta-ronta tak terkendalikan
diri.
“Mas ... Mas ... oh, ya Rabb. Lahaula wala quwaata illa billah. Ya
Allah, bantulah hamba..”. Salma berusaha mengendalikan suaminya yang tambah
meronta dan memukuli kepalanya sendiri. Salma kwalahan. Tiba-tiba suaminya lari
terpontang-panting menuju pintu depan dan akhirnya keluar rumah. Salma
mengejarnya, tapi usahanya sia-sia. Suaminya telah lari jauh dari dirinya.
Jalanan sepi. Salma terduduk lemas di tengah jalan. Nafasnya sesak. Air
matanya mengalir deras tak terbendung. Ia bingung harus berbuat apa.
Lampu-lampu rumah sudah padam. Para penghuninya tentu sudah tertidur lelap.
***
Kini, sudah 10 tahun Salma hidup mandiri tanpa pendamping. Suaminya
yang hilang sudah tak terdeteksi lagi kemana perginya. Polisi pun juga tak
menemukan jejaknya.
Seorang saudagar kaya raya mempersuntingnya. Salma yang telah menjanda
10 tahun menerima lamaran yang diajukan kepadanya. Resepsi pernikahan segera
dilaksanakan dengan meriah dan syahdu. Salma mengharap, semoga pernikahan ini
akan mengobati rasa sedihnya yang ia rasakan selama 10 tahun ini.
Malam pun tiba. Ini adalah malam pertama yang kedua kalinya Salma
rasakan. Hidangan malam sudah ia siapkan sesempurna mungkin. Ia ingin benar-benar
bisa menikmati malam pertamanya kali ini.
Salma dan suaminya menikmati hidangan malam pertama dengan amat suka
cita. Cerita-cerita menarik dan lucu meluncur begiatu saja dari bibir-bibir
mereka. Yah menikmati hidangan sambil bersenda gurau. Indah sekali. Tetapi
suasana indah itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba mereka mendengar sebuah
ketukan di pintu.
“Salma, coba lihatlah siapa yang bertamu malam-malam begini. Dan
tanyailah, apa keperluannya “. Kata suaminya lembut. Salma segera bangkit dari
duduknya dan bergegas menuju pintu.
“Siapa kah di luar?” tanyanya lembut.
“Pengemis, Tuan. Mohon sedikit makanannya, Tuan. Aku sangat lapar
sekali”. Suara purau itu menjawab lirih. Salma kembali kepada suaminya.
“ Seorang pengemis, Mas. Dia kelaparan dan menginginkan sedikit makanan
“. Salma menatap suaminya, meminta pertimbangan. Sedangkan yang ada di meja
makan hanyalah hidangan spesial yang dipersiapkan untuk pasangan pengantin baru
itu.
Suaminya, mengambil hidangan yang ada..
“Berikan ini pada pengemis itu. Biarkanlah ia makan sampai kenyang.
Kita akan memakan apa yang tersisa ...”.
Salma menemui pengemis dan menyerahkan makanan yang ia bawa kepadanya.
Tak lama, Salma kembali masuk menemui suaminya. Tetapi ia dalam
keadaann terisak. Suaminya menatap heran.
“ Ada apa dengan mu? Mengapa menangis? Apa yang terjadi? Apakah
pengemis itu mencacimu?” Tanya suami Salma penuh dengan kekhawatiran. Salma
semakin terisak. Ia menggelengkan kepalanya.
“Tidak ..” jawabnya disela-sela tangisnya.
“Apakah dia menghina mu?”
“Tidak ..”
“Dia mengganggumu?” Salma kembali menggelengkan kepalanya.
“Lalu, apa yang membuatmu menangis?”
“Suamiku, pengemis yang saat ini duduk di depan pintumu itu, dan
memakan makananmu, dia adalah suamiku yang hilang 10 tahun yang lalu.. Dahulu,
saat malam pertama ku bersamanya, seorang pengemis mengetuk pintu kami. Lalu
suamiku keluar dan memukulinya kemudian mengusirnya. Tatkala suamiku kembali
masuk, keadaannya sudah seperti sekarat. Dia meronta-ronta sangat kesakitan.
Aku menyangka dia kesurupan atau kemasukan jin. Dia benar-benar tak terkendali
sedangkan aku sendiri kwalahan menenangkannya. Tiba-tiba suamiku lari kencang
tanpa tahu kemana ia pergi. Setelah itu aku tak melihatnya lagi, kecuali hari
ini sedangkan ia sudah menjadi pengemis.
“
Suami Salma terhenyak mendengar cerita istrinya, dan tangisnya pun
pecah. Salma kebingungan melihat suaminya tiba-tiba menangis.
“Mas, Anda mengapa? Apa yang membuatmu menangis?”
“Salma, tahukah kamu siapakah pengemis yang dipukuli oleh suamimu waktu
itu?” Suami Salma menatap istrinya dengan mata sembab. Salma terkejut dengan
pertanyaan suaminya.
“Siapa?!”
“Pengemis itu adalah aku”, jawab suami Salma lirih, ia menundukkan
kepalanya dalam-dalam, dan kembali terisak.Salma terpaku mendengar ucapan
suaminya.
“Lahaula wala quwwata illa billah” katanya lirih.
-THE END-