Minggu, 14 April 2013

Tahun Baru

Suara terompet masih terdengar sesekali. Jalanan porak poranda karena sisa-sisa sampah kembang api dan mercon. Menandakan begitu meriahnya pesta kembang api di malam tahun baru. Tapi dibalik meriahnya suatu pesta, hura-hura, kadang menyembunyikan mistery ilahi yang tak seorang pun mengenali bahkan menyadari.
Sebagaimana di pagi tahun baru ini, di sebuah gang, bendera merah tertancap layu, mengibar-ngibar mengumumkan suatu berita yang menyanyat hati. Tampak orang-orang berseliweran keluar masuk gang tersebut. Kesibukan itu berada di sebuah rumah yang sedang diliputi kabut kedukaan.
***
Bu Salihin keluar dari masjid dengan langkah ringan. Ceramah Kyai Syamsudin cukup membuat perempuan paruh baya itu terinspirasi. Memang benar kata sang Kyai, dengan datangnya tahun baru, menandakan umur kita kian berkurang. Tapi banyak orang yang tidak menyadari, sehingga di malam tahun baru yang seharusnya menjadi malam pertama untuk membenahi amalan dan memulai mendekatkan diri kepada Allah malah digunakan untuk berhura-hura. Itulah kebodohan orang-orang zaman sekarang.
“Kau apakan knalpot motor Bapak, Nak?”, di depan rumahnya, bu Salihin heran melihat anak laki-lakinya melubangi knalpot motor peninggalan suaminya. Gilang, anak laki-lakinya yang satu ini memang beda jauh dibanding kakak-kakaknya. Kenakalannya sudah tak bisa dibendung lagi. Di usianya yang masih dini, yaitu usia anak SMP, dia sudah mengenal rokok bahkan miras.
“ Ada deh,” jawab Gilang sekenanya.
“ Ibu tidak suka kalau kau ikut keluar nanti malam, Nak. Malam tahun baru banyak syaitonnya, lihat saja banyak orang-orang yang lupa sama Allah, banyak kemaksiatan. Coba bayangkan kalau misalnya adzab Allah datang waktu semua orang sedang puncak-puncaknya dalam kemaksiyatan, apa mereka tidak rugi?”, bu Salihin berusaha menyadarkan anaknya.
“Alah, Ibu itu ngomong apa sih. Sukanya kok mengekang anak. Dunia kita sama dunia ibu itu beda. Dari pada ngurusin masalah orang lain lebih baik Ibu masak, sana!”, perempuan itu hanya mengelus dada mendengar jawaban anaknya yang sama sekali tak tahu sopan santun itu.
“Ibu tak mengekang kau, Nak. Tapi ya sudah, terserah kau. Yang penting Ibu sudah mengingatkan, kau mau menerima atau tidak, itu urusan kau dengan Allah. Kalau besok Ibu dimintai pertanggung jawaban tentang anak Ibu, Ibu sudah punya alasan”, perempuan itu bergegas masuk ke dalam rumah, sudah jengkel rupanya dengan ulah anaknya yang super sulit dibenahi. Tetapi diam-diam ia mempunyai ide, akan disembunyikannya kunci motor suaminya sehingga anak tersebut tidak akan bisa keluar.
Malam telah tiba. Bu Salihin sengaja masuk kamarnya di awal waktu. Dia tidak mau mendapat resiko kena omelan anaknya karena telah menyembunyikan kunci motor. Ditunggunya aksi anaknya malam ini.
‘Ndren, ndren, ndrreeen....’.
Suara motor itu membuat Bu Salihin terbangun dari tidurnya. Jam 11:30. Ternyata ia ketiduran. Bergegas ia keluar dari kamarnya dan dilihatnya kamar Gilang. Kosong. Dilihatnya kunci motor yang ia lemparkan di atas lemari. Lenyap. Perempuan itu terduduk lemas. Gilang benar-benar nekat keluar.
“Ya Allah, sayangilah anakku, terangilah hati anakku dengan cahaya petunjuk-Mu”,dikatupkannya kedua telapak tangannya ke wajah, sedih dengan kelakuan anaknya.
Menjelang pukul dua belas. Letusan mercon mulai terdengar. Bising suara motor mulai memekakkan telinga. Bumi seakan-akan gempa karena kerasnya suara motor-motor tak berkenalpot itu. Benar-benar lebih dahsyat dari pada bising motor ketika musim kampanye.
Tak bisa kembali tidur karena memikirkan anaknya, bu Salihin memilih bermunajat kepada Allah.
Suara letusan mercon semakin riuh bersaut-sautan. Setiap letusannya cukup memekakkan telinga. Tapi bagi Bu Salihin, letusan-letusan itu bagai menusuk-nusuk kalbunya, menggetarkan bulu kuduknya. Ia semakin memperpanjang sujudnya dan memohon ampun untuk dirinya, lebih-lebih untuk Gilang, anaknya yang sudah jauh dari petunjuk itu.
***
‘Kriek’. Bu Salihin membuka pintu rumah. Dihirupnya udara pagi yang begitu segar. Ia memulai aktivitas paginya, menyapu teras rumah. Dari arah ujung gang, dilihatnya seorang bapak lari tergopoh-gopoh menghampirinya.
“Bu Salihin, Bu, ada polisi yang mencari panjenengan,” kata bapak itu setelah sampai tepat di depan rumahnya. Bersamaan dengan itu, dua orang polisi masuk gang dan langsung menuju rumahnya.
Bagai tersambar petir ketika Bu Salihin mendengar laporan dari polisi-polisi itu. Anaknya mengalami kecelakaan tunggal tadi malam akibat mengendarai motor dalam keadaan mabuk.