Gals, tentu
banyak cewek yang ngaku dirinya muslimah
(baca: wanita muslim). Tapi berapa banyak juga yang kelakuannya tidak seperti
muslimah beneran. Pasalnya, dia muslimah tapi gak pake kerudung, muslimah tapi
pacaran, muslimah tapi bajunya ketat kayak lemper, muslimah tapi suka genit di
depan ikhwan, suka colak colek
ikhwan (ups), bahkan muslimah tapi zina!
Hadew.. naudzubillah minsyarri dzalika. Hmm, trus gimana sih caranya supaya
bisa menjadi muslimah yang benar-benar muslimah alias muslimah sejati? Gals,
menjadi muslimah sejati tentu tak asal-asalan jadi. Harus ada proses. Tentunya
dengan mencari ilmu, banyak baca, belajar, dan mengikuti kajian-kajian agama, plus yang terpenting
adalah mengamalkan ilmu yang telah didapat dan komitmen untuk istiqomah. Sebenarnya
untuk menjadi muslimah sejati itu tak sulit, gals. Dengan berbekal akhlak yang
baik dan santun akan cukup menjadikan kita sebagai muslimah sejati. Akhlak yang
baik dan santun akan menjauhkan kita dari hal-hal yang tidak senonoh dan kurang
terpuji. Memakai baju yang memperlihatkan lekuk tubuh wanita tentunya perbuatan
yang sangat tidak terpuji, karena akan membuat para cowok melihatnya tanpa
berkedip. Dengan memiliki akhlak yang baik, seorang muslimah akan menghindari
hal itu dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang longgar dan sopan. Begitu
juga, wanita kok jelalatan? Hmm, tentu malu-maluin. Dengan memiliki akhlak yang
baik, seorang wanita akan menjaga pandangannya. Wanita yang baik juga menjaga
pergaulannya. Dia tidak akan beraktifitas yang menyebabkan dia harus banyak
berinteraksi dengan lawan jenis. Sehingga dengan begitu kehormatannya akan
terjaga. Kewibawaannya sebagai seorang wanita muslimah juga akan terpelihara. Ah,
pokoknya dia akan menjadi wanita yang sangat mulia dan dimuliakan. Naah, gals,
kalau ingin tahu lebih banyak tetang apa saja yang harus dilakukan dan
didihindari supaya bisa menjadi muslimah sejati, kita musti harus banyak
mencari ilmu, ngaji, biar ga kuper gitu lho.
Blog Ummah Salamah
Selasa, 25 Juni 2013
Minggu, 16 Juni 2013
USTADZAH YANG BIJAKSANA DALAM MENGHAKIMI
Kita
sebagai seorang mu’allim (guru), pasti sering pusing menghadapi segala polah
tingkah anak didik di majlis ta’lim. Seperti di TPA, di TK, SD, MTS atau bahkan
di Muallimat/ tingkat SMA. Sebelum para peserta didik menapaki jenjang kuliah,
memang sudah sewajarnya jika mereka melakukan tindakan-tindakan yang membuat para ustadz-ustadzahnya pusing. Begitu juga dengan kita, memang kita harus rela berpusing-pusing ria plus
berjengkel-jengkel ria menghadapi tingkah polah mereka. Karena memang tingkah
laku para peserta didik selama di majlis ta’lim adalah di bawah tanggung jawab
pengajar Walaupun begitu, kita harus pintar-pintar menjaga perasaan
jengkel atau pusing yang dirasakan plus berhati-hati mengekspresikan perasaan
itu sehingga tindakan kita juga terkendali.
Mengatasi
dan menyelesaikan masalah para peserta didik memang susah-susah gampang.
Apalagi jika persoalan yang terjadi lumayan pelik. Wah, mungkin ustadz-ustadzahnya pun
bisa jadi strees dibuatnya. ^_^. Memang mencari solusi dan penyelesaian
permasalahan yang pas dan tepat membutuhkan upaya extra, agar persoalan
benar-benar selesai dan tidak merembet dan memunculkan persoalan yang lain
lagi. Lalu bagaimanakah supaya bisa mendapatkan cara penyelesaian yang tepat?
Dalam
menyelesaikan masalah, diperlukan kemampuan dalam menghakimi. Jika begitu
adanya, maka para ustadz-ustadzah pun harus mempunyai kemampuan menjadi hakim. Tentu bukan
sekedar hakim kacangan yang kerjanya hanya memvonis terdakwa saja, namun harus
menjadi hakim yang baik dan adil. Nah berikut ini akan saya paparkan apa yang
harus dilakukan para ustadz-ustadzah untuk menjadi hakim yang baik dan adil itu.
1.
Memahami
Persoalan dengan Baik
Jika
suatu waktu kita dihadapkan pada sebuah kasus atau permasalahan yang dilakukan
oleh para peserta didik, maka langkah yang pertama kali kita ambil adalah,
mendalami akar persoalan dengan baik terlebih dahulu. Hal ini sangat penting
agar keputusan yang kita ambil nantinya benar-benar tepat. Jadi, mungkin yang
pertama kali kita lakukan adalah menggali informasi sebanyak mungkin dari anak
yang bersangkutan, dari teman-teman yang berkaitan dengan anak tersebut, atau
pihak-pihak lain yang dapat memberikan penjelasan tentang masalah yang
sebenarnya.
Sebagai
contoh, jika ada salah satu peserta didik terlibat dalam suatu pertengkaran,
atau pelanggaran, tanpa suatu alasan yang jelas, maka sangat penting kita
mendalami akar masalahnya tersebut. Salah satu caranya adalah mengajak anak
yang bertengkar atau melanggar tersebut untuk berbicara dengan kita secara
pribadi dan memintanya untuk mengungkapkan akar masalah yang ia hadapi.
Semakin
banyak informasi yang kita ketahui, akan semakin mudah pula untuk
mempertimbangkan keputusan dan tindakan yang akan diambil. Keputusan atau
hukuman pun akan tercipta dengan adil. Anak yang melanggar juga akan menerima
hukuman tersebut dengan lapang dada dan penuh dengan kesadaran diri.
2.
Tidak
Emosi
Dalam
menghadapi masalah, yang harus dihindari adalah emosi. Yah, mungkin tingkah
anak didik cukup membuat kita naik pitam, namun kita sebagai seorang utadz-ustadzah
tetap harus menahan emosi. Walaupun misalnya, si anak yang bermasalah itu tidak
bisa menunjukkan kerjasamanya saat kita ingin mengatasi permasalahannya. Kita
tetap harus menguatkan diri dan menjaga sikap kita dengan tenang dan sabar. Jangan
sampai emosi kita mempengaruhi keputusan yang kita buat.
Ingat
dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bukanlah orang yang kuat
yang selalu menang dalam berkelahi, akan tetapi orang yang kuat adalah orang
yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (Muttafaq ‘Alaih).
Emosi
atau amarah seringkali membuat seseorang tidak bisa berpikir dengan jernih,
kurang pertimbangan, dan tidak mampu memahami persoalan dengan baik. Jika
demikian, bisa dipastikan keputusan yang diambil tidak akan adil, bahkan bisa
saja menyimpang, dan tidak disetujui oleh banyak pihak.
Sudah
berapa banyak kita mendengar kabar penganiayaan guru terhadap muridnya.
Biasanya peristiwa diawali dengan tingkah murid (yang sebenarnya sepele) yang
membuat sang guru marah. Akibatnya terjadilah hukuman tak berperikemanusiaan
yang diberikan guru kepada murid. Itulah akibat dari emosi. Oleh sebab itu,
jika kita dalam keadaan emosi, sebaiknya kita endapkan dulu emosi kita, jangan
memberikan keputusan dulu, sampai keadaan kita menjadi labil dan kita bisa
berpikir jernih. Anak didik yang sengaja berbuat kesalahan memang harus diberi
sanksi. Namun, ingat, dalam memberikan sanksi, kondisi kita harus dalam keadaan
tenang dan tidak emosi. Karena sifat emosi yang meluap-luap bukan karakter ustadz-ustadzah
yang bijaksana.
3.
Tidak
Pilih Kasih
Siapapun yang melanggar peraturan akan
mendapatkan peringatan atau hukuman. Artinya, peringatan dan hukuman tetap
diberlakukan kepada siapapun yang melanggar. Tidak pandang bulu siapakah yang
melanggar, walaupun anak yang melanggar adalah anaknya sahabat kita, atau masih
ada hubungan kerabat dengan kita, atau malah anak kita sendiri. Jadi tidak ada
istilah pilih kasih. Semuanya dihukumi sama.
Sikap tidak pilih kasih inilah yang
harus kita tunjukkan kepada para peserta didik. Karena biasanya, sikap pilih
kasih sangat berpengaruh sekali dalam jiwa para peserta didik. Sikap pilih
kasih sangat begitu menyakiti hati peserta didik, bahkan mereka tidak akan
melupakannya selama hidup mereka.
4. Tegas
Inilah sikap yang harus kita miliki
tatkala membuat keputusan. Selama keputusan dibuat berdasarkan data-data yang
akurat, maka tanpa menghiraukan bisikan-bisikan yang masuk, kita harus komitmen
dengan keputusan yang memang sesuai untuk diterapkan dan jangan ragu. Jangan
sampai keputusan yang sudah dibuat diubah karena terpengaruh hal-hal yang tidak
semestinya. Karena jika demikian yang terjadi, maka keputusan yang diambil akan
terkesan main-main dan tidak serius. Dan
bahkan sangat repot juga, kalau misalnya para peserta didik menilai bahwa para ustadz-ustadzahnya
plin-plan dalam memberi aturan.
5. Konsekuensi bukan hukuman
Kegiatan
belajar dan mengajar sangat perlu aturan kedisiplinan demi kelancaran proses
belajar mengajar. Tingkah polah anak didik yang menyelisihi atau keluar dari
aturan kedisiplinan yang telah dibuat termasuk pelanggaran. Pelanggar aturan
pun harus diberi tindakan. Namun untuk pemberian tindakan ini, kita harus
sangat hati-hati memutuskannya. Sangat baik sekali kalau semua akibat dari
setiap pelanggaran bisa dipertimbangkan dan ditentukan sejak awal sebagai
konsekuensi. Yang perlu diingat, tindakan untuk semua pelanggaran ditujukan untuk
memberi konsekuensi dan bukan hukuman. Karena hukuman dan konsekuensi sangat
beda sekali. Coba kita kenali apa itu hukuman dan apa itu konsekuensi.
Hukuman
1.
Menjadikan peserta didik sebagai
pihak yang tidak punya hak tawar menawar dan tidak berdaya. Guru atau ustadz-ustadzahnya
menjadi pihak yang sangat berkuasa. Ingat “Power tends to corrupt”
2.
Jenisnya tergantung ustadz-ustadzahnya,
apabila hati ustadz-ustadzah sedang senang maka santri terlambat pun tidak akan
dikunci diluar.
3.
Bisa dijatuhkan berlipat-lipat
derajatnya terutama bagi santri yang sering melanggar peraturan.
4.
Ustadz-ustadzah cenderung memberi
cap buruk bagi santri yang sering melanggar.
5.
Sifatnya selalu berupa ancaman
6.
Tidak boleh ada pihak yang tidak
setuju, semua pihak harus setuju. Jadi sifatnya memaksa.
Konsekuensi
1.
Dijatuhkan saat ada perbuatan yang
terjadi dan berdasarkan pada aturan yang telah disepakati.
2.
Sesuai dengan perilaku pelanggaran
yang peserta didik lakukan.
3.
Menghindari memberi cap pada anak,
dengan memberi cap jelek akan melahirkan stigma pada diri anak bahwa ia adalah
pribadi yang berperilaku buruk untuk selama-lamanya.
4.
Membuat santri bertanggung jawab
pada pilihannya. Ustadz-ustadzah bisa mengatakan “Zulfan, kamu memilih untuk
ribut pada saat ustadz sedang menerangkan maka silahkan duduk di luar selama 5
menit”. Dengan demikian ustadz-ustadzah menempatkan harga diri anak pada
peringkat pertama. Bandingkan dengan perkataan ini “Zulfan, dasar kamu anak
tidak tahu peraturan,…. tukang ribut! Sana keluar….!
Bentuk hukuman dan kensekuensi dari
dhahirnya memang agak mirip. Namun, konsekuensi diadakan disertai kesadaran
murid sebagai akibat dari perbuatan yang ia lakukan. Misalnya, sebuah TPA
menerapkan konsekuensi atas para peserta didik yang terlambat, yaitu dengan
memotong jam istirahat sampai meminta mereka masuk TPA di hari libur. Dengan
demikian para peserta didik menjadi makin bertanggung jawab atas segala
tindakan yang dilakukannya serta harga diri mereka juga terjaga. Selain itu
juga mereka juga menjadi sadar bahwa konsekuensi bertujuan untuk penyadaran
dengan mengambil atau mengurangi hak istimewa mereka .
Konsekuensi juga diadakan dalam rangka
mengembangkan kualitas pendidikan. Sehingga bolehlah saya sebut konsekuensi
dengan hukuman edukatif. Dan sekali lagi, hukuman yang bersifat edukatif ini
dibuat bersamaan dengan dibuatnya peraturan-peraturan kedisiplinan, serta
disepakati oleh semua peserta didik sebagai konsekuensi dari pelanggaran yang
terjadi.
6. Hukuman Edukatif
Hukuman memang sudah sewajarnya jika
diberikan kepada anak-anak yang sengaja berbuat kesalahan. Akan tetapi, dalam
menghukum, kita harus memperhatikan jenis hukuman apa yang seharusnya diberikan
kepada anak-anak yang melanggar. Perlu diketahui, hukuman itu ada, bukan hanya
supaya membuat anak jera dengan perbuatannya dan tidak mau mengulanginya. Akan
tetapi hukuman merupakan konsekuensi yang diadakan untuk menyadarkan sang anak
yang melanggar tadi, dan mengajarinya rasa tanggung jawab. Itu saja. Sehingga
dalam memberi hukuman, perlu sekali mempertimbangkan nilai edukatif yang
terkandung dalam hukuman yang kita adakan.
Ada banyak sekali jenis hukuman yang
mempunyai nilai edukatif, diantaranya:
1)
Menampakkan
wajah masam
Wajah
masam yang kita perlihatkan kepada anak yang melakukan kesalahan bertujuan
memperlihatkan kepada anak tersebut bahwa kita tidak suka dan tidak setuju
dengan perbuatannya. Bagi
anak, wajah masam yang diperlihatkan oleh para ustadz-ustadzahnya bisa menjadi
hukuman baginya. Saat anak yang melakukan kesalahan melihat perubahan ekspresi
kita, maka dia akan menyadari bahwa perbuatannya salah dan dia harus
memperbaikinya.
2)
Memberikan time
out
Maksud
dari memberikan time out adalah dengan menyuruh si anak untuk berpisah dari
kelompoknya, menyuruhnya duduk atau berdiri di suatu ruangan tertentu dalam
waktu tertentu untuk merenungi kesalahannya. Bisa juga, dengan cara meminta si anak
untuk beristighfar dengan jumlah tertentu. Setelah si anak selesai, baru anak
dijelaskan kesalah-kesalahannya dan akibat dari kesalahan tersebut. Dan dia
diperingatkan untuk tidak mengulanginya. Hukuman seperti ini sangat cocok untuk
anak yang melakukan kesalahan terkait sopan santun baik kepada guru, orang tua,
maupun kepada teman sebayanya.
3)
Memberi anak
tugas bersih-bersih
Sebagai
ustadz-ustadzah yang baik, kita tentu tak ingin memberikan toleransi kepada
anak yang tidak mau menjaga kebersihan. Tak hanya terhadap anak yang tak
menjaga kebersihan, kepada anak yang melakukan kesalahan lain pun bisa
diberikan hukuman ini. Ketika di majlis ta’lim, kita bisa menyuruh anak untuk
membersihkan papan tulis, menyapu kelas/ruang belajar sebelum pulang, atau
kebersihan lainnya. Hukuman ini juga bisa mengajarkan tanggung jawab terhadap
kebersihan lingkungan kepada si anak.
4)
Menyuruh anak
meminta maaf kepada orang yang disakitinya
Ketika
anak melakukan kesalahan kepada orang lain maka salah satu hukuman yang bisa
berikan kepada si anak adalah dengan menyuruhnya meminta maaf kepada orang yang
bersangkutan. Dengan menyuruhnya meminta maaf itu sama saja mengajarkan anak
untuk bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
5)
Menyuruh anak berjanji
untuk tidak mengulanginya
Salah
satu tujuan diberikannya hukuman kepada anak adalah agar anak tidak mengulangi
perbuatannya. Jadi, setelah kita membuat anak sadar akan kesalahannya maka
tugas kita selanjutnya adalah membuat anak berjanji untuk tidak mengulangi
kesalahan yang telah dilakukannya. Hukuman semacam ini memiliki banyak manfaat,
salah satunya adalah melatih anak untuk berlaku jujur, amanah, dan konsisten
untuk menepati janjinya.
6)
Menyuruh anak
membantu pekerjaan kita
Salah
satu hukuman yang edukatif adalah dengan menyuruh anak membantu pekerjaan kita.
Misalnya menghapus papan tulis, membagikan buku kepada santri lain, atau
tugas-tugas guru lainnya.
7)
Menyuruh anak
membaca buku dan menceritakan isinya
Menyuruh
anak membaca buku adalah salah satu jenis hukuman edukatif yang cukup banyak
disarankan oleh para pakar pendidikan dibanding dengan memarahi atau
memukulnya. Selain dapat menambah pengetahuan, hukuman ini juga mengajarkan
kebiasaan yang baik kepada si anak, khususnya kepada mereka yang tidak suka
membaca. Selain membaca buku, menyuruh anak menceritakan kembali apa yang ia
baca juga sangat penting. Hal ini diperlukan agar anak serius membaca apa yang
ia baca. Jika hanya diminta untuk membaca tanpa menyampaikan isi dari yang ia
baca, ada kemungkinan anak tidak serius membaca dan melakukannya hanya sebatas
penggugur dosa. Selain itu juga, hukuman jenis ini akan bermanfaat bagi kita
untuk mengetahui sejauh mana daya tangkap anak terhadap buku yang ia baca.
8)
Menyuruh anak
menghafal
Hmm,
ini mah hukuman favorit yang diberikan para ustadz-ustadzah untuk anak-anak
yang melakukan kesalahan. Memang sangat bagus sekali meminta anak untuk
menghafal, seperti menghafal surat-surat pendek dalam al-Qur’an, atau menghafal
pelajaran yang masih berkaitan. Hukuman ini akan sangat bermanfaat untuk
mengasah daya ingat, melatih konsentrasi, dan banyak manfaat lainnya.
9)
Menyuruh anak
menulis
Menulis
merupakan kegiatan yang sangat baik dibiasakan sejak kecil. Dengan menulis,
anak dilatih untuk bisa mentransfer apa yang ada dalam pikiran mereka dalam
bentuk tulisan. Menulis akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan daya
kreatifitas anak. Selain itu, kebiasaan menulis sejak kecil juga bisa menjadi
investasi masa depan bagi si anak. Jika kebiasaan menulisnya terus diasah,
bukan tidak mungkin si anak kelak akan menjadi seorang penulis hebat dan mampu
memberikan banyak mafaat bagi orang banyak.
7. Tidak Terlalu Memvonis, tetapi Menyadarkan
Terlalu memvonis
peserta didik yang berbuat salah sebenarnya merupakan cara yang kurang tepat.
Sebab, vonis akan membuat para peserta didik merasa tertekan dan terlalu
disalahkan, sehingga kemungkinan besar mereka akan menjadi pribadi yang minder
atau sebaliknya, pendendam. Oleh karena itu, jika kita sedang menangani peserta
didik yang sedang bermasalah, maka kita hindari sikap memvonis dan melakukan
upaya-upaya yang dapat membuat peserta didik menyadari akan kesalahannya.
Misalnya, kita katakana pada anak yang bersalah: “Ustadz ( Ustadzah) dapat
memahami mengapa kamu berbuat seperti itu. Akan tetapi kamu harus mengetahui
bahwa perbuatan yang kamu lakukan itu merupakan hal yang di larang di pesantren
ini. Ustadz (Ustadzah) bersedia membantu kamu asalkan kamu menyadari bahwa
tindakanmu kurang tepat dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Jika kamu
bersedia, Ustadz (Ustadzah) sangat berterima kasih dan bangga dengan
keputusanmu”.
Jumat, 07 Juni 2013
CARA CERDAS MENGHAFAL AL-QUR’AN
Assalamualaikum,
Brother n Sista yang dirahmati Allah.. ngobrol yuk tentang mengahafal
al-qur’an. Hmm.. sepertinya pembahasan tentang menghafal al-Qur’an selalu
menarik ya. Terbukti banyak sekali buku-buku yang membahas tentang keajaiban
menghafal al-Qur’an, atau tips n trik menghafal al-Qur’an. Saya yakin, setiap
orang mempunyai trik sendiri-sendiri bagaimana cara mudah menghafal
al-Qur’an. Cara saya menghafal al-Qur’an tentu beda dengan cara antum menghafal
al-Qur’an. Iya kan? Oke, dalam tulisan ini, saya mencoba menshare bagaimana
cara saya menghafal al-Qur’an.
PENTINGNYA
MEMPELAJARI BAHASA ARAB
Dalam
menghafal al-Qur’an ini, yang pertama kali saya rasakan menjadi sesuatu yang
sangat mendukung dalam menghafal al-Qur’an adalah kemampuan berbahasa Arab. Ya,
mempunyai ilmu bahasa Arab dan mempunyai kemampuan dalam menggunakannya adalah
kunci yang pas dalam menghafal al-Qur’an. Mengapa kemampuan berbahasa Arab
sangat andil dalam membantu menghafal al-Qur’an? Bukankah banyak sekali cerita
yang mengatakan bahwa ada anak-anak kecil yang berhasil menghafal al-Qur’an
secara keseluruhan padahal mereka tidak bisa bahasa Arab sama sekali? Mengenai
cerita-cerita itu, saya tidak mengingkari kebenarannya. Tetapi saya anggap itu
adalah suatu mukjizat atau keistimewaan yang Allah berikan kepada mereka.
Namun, tentunya dengan cerita-cerita itu, kita tidak bisa mengharapkan untuk
mendapatkan mukjizat seperti mereka. Karena mungkin kita bukan termasuk
orang-orang yang dipilih Allah untuk menerima karamah tersebut, tetapi kita
termasuk orang-orang yang dipilih Allah untuk menggapai kemuliaan dengan
bekerja keras dalam menghafal al-Qur’an.
Kembali
kepada kemampuan berbahasa Arab, mengapa bahasa Arab sangat membantu sekali
dalam menghafal al-Qur’an? Ya, karena bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an.
Dengan mempelajari bahasa Arab, tentunya sangat membantu kita dalam
berinteraksi dengan al-Qur’an. Mungkin kita terlalu awang-awangen ya untuk
mempelajari bahasa Arab? Habis bahasa Arab itu rumit dan sulit. Betul ga Bro,
Sis? Hehe. Saya juga merasakan sulitnya mempelajari bahasa Arab kok. Pengalaman
ngajar bahasa Arab; tapi sulit menjadikan anak bisa bahasa Arab :-) .
Nah, lalu, kira-kira apa ya standar kemampuan berbahasa Arab yang bisa membuat
kita terbantu dalam menghafal Al-Qur’an? Apakah harus bisa ngomong nerocos
pakai bahasa Arab dulu biar mudah menghafal al-Qur’an? Hmm, menurut saya
sepertinya tidak harus seperti itu ya. Jika tujuannya untuk mudah menghafal
al-Quran, sepertinya cukup mempelajari sturktur kalimat dalam bahasa Arab dan
memperbanyak mengenali kosa kata dalam bahasa Arab. Itu saja insya Allah cukup.
Struktur kalimat
dalam bahasa Arab yang saya maksud itu seperti mengenali bagaimana bentuk fi’il
(kata kerja), isim (kata benda) dan hurf (huruf), serta mengetahui cara
penggunaannya. Jika penggunaan ketiga aspek itu sudah dikenali dan
syukur-syukur dikuasai juga, maka insya Allah menghafal al-Qur’an akan lebih
mudah. Nah, untuk itu Bro, Sis, yang saya sayangi, yuk bareng-bareng belajar
bahasa Arab.. :-).
MEMBACA
AL-QUR’AN TERJEMAHAN
Nah,
ini nih, cara kedua yang saya pakai ketika menghafal al-Qur’an. Metode ini saya
dapatkan tatkala saya ikut program tahfidz. Kebetulan di lembaga tahfidz yang saya
ikuti mempunyai program pembagian dua mushaf kepada peserta tahfidz. Ada dua
mushaf yang diberikan secara cuma-cuma kepada perserta tahfidz, yaitu mushaf
kecil utsmani dan mushaf terjemahan dari Depag. Mushaf utsmany kecil yang
dibagikan itu untuk penyeragaman dalam pemakaian model mushaf, supaya yang
dipakai untuk menghafal adalah mushaf itu saja dan tidak ganti-ganti. Yang
kedua adalah mushaf terjemahan. Awalnya saya tidak terlalu paham apa fungsi
mushaf terjemahan tersebut. Yang penting saya diberi mushaf itu sudah cukup
membuat saya senang.
Tatkala
saya mulai menghafal al-Qur’an, yang kebetulan adalah membikin hafalan baru,
artinya saya sama sekali belum hafal dengan surat tersebut, saya mencoba
membuka mushaf terjemahan tersebut. Yang saya lakukan bukan membaca ayat-ayat
al-Qur’an dengan menggunakan mushaf tersebut. Tetapi saya lebih condong membaca
terjemahan ayat-ayat yang akan saya hafalkan.
Perlu
diketahui, biasanya dalam mushaf terjemahan, tiap-tiap pembahasan dalam
al-Qu’an selalu diberi subbab. Misalnya bab ‘Pendustaan orang-orang kafir
terhadap Al-Qur’an’, nah maka ayat-ayat yang ada di bawah subbab tersebut
adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan pendustaan orang kafir terhadap
al-Qur’an. Dalam satu subbab ini, saya membaca dan memahami isi subbab tersebut
secara terperinci, sehingga saya bisa mengikuti alur pembahasannya. Ingat, yang
saya baca bukan ayat-ayat yang tertulis dalam bahasa Arab, namun terjemahannya
saja. Setelah saya faham betul isi subbab tersebut, (misalnya dalam satu subbab
ada 11 ayat, maka yang saya baca hanya 11 ayat itu saja), saya baru membaca
ayat-ayat al-Qur’an dengan perlahan-lahan, sambil menerjemahkan perkata
lafadz-lafadz ayat-ayat tersebut dalam hati. Nah, dalam hal ini, ilmu bahasa
Arab akan terpakai. Saya beri contoh: di dalam surat al-Anbiya ayat 26
disebutkan:
وَقَالُوا
اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُون .
Jika kita melihat dalam mushaf terjemahan, maka arti yang kita
dapatkan:
“Dan mereka berkata: "Tuhan
Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah.
Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan.
[957]. (Dalam pojok
terjemahan tersebut ada catatan kaki: [957].
Ayat ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik yang
mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu anak Allah).
Yang pertama
saya lakukan adalah memahami betul tulisan dalam tejemahan tersebut. Setelah
saya paham betul, maka saya akan membaca ayat وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ
مُكْرَمُون
. saya baca ayat ini pelan-pelan bahkan perlafadz sambil
membayangkan arti dan maknanya. Seperti: وَقَالُوا : dan mereka berkata, اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ: Allah yang Maha Penyayang mengambil (mempunyai), وَلَدًا
: anak. (maksudnya malaikat itu adalah anak Allah). سُبْحَانَهُ : Maha Suci Dia. بَلْ : bahkan,
عِبَادٌ
: (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba,
مُكْرَمُون
: yang dimuliakan.
Saya membaca ayat tersebut perlahan-lahan sambil membayangkan
artinya, serta membayangkan maknanya (maksud ayatnya). Jika ayat tersebut belum
betul-betul merasuk dalam pikiran dan hati saya, maka akan saya ulang ayat
tersebut berkali-kali, sampai saya bisa membaca ayat tersebut dan langsung
memahami makna ayatnya. Bahkan, mungkin saya juga agak lebay dalam metode ini,
biasanya kalau saya faham betul dengan isi ayatnya, maka saya akan memberi
konotasi ketika membaca ayat-ayat al-Quran. Sehingga dalam membaca al-Qur’an
pun, suara saya agak menggebu-gebu, sesuai dengan isi ayatnya. Hmm, lebay
banget ya.
Nah setelah, saya tuntas membaca ayat-ayat yang akan saya
hafalkan, dengan cara tadi, yaitu, pertama, membaca dan memahami terjemahan
ayat-ayat yang akan kita hafalkan, dan yang kedua, membaca ayat-ayat yang akan
kita hafalkan secara perlahan sambil memahami makna ayat-ayatnya, maka saya
akan memasuki tahap menghafalkan.
Jika diawal saya membaca ayat secara perlahan, maka tatkala sudah
memasuki fase menghafal, saya mencoba membaca ayat-ayat yang akan saya hafalkan
dengan cepat. (Ingat, ini masih dalam tahap membaca dengan membuka mata dan
melihat tulisan). Saya akan membaca cepat ayat-ayat tersebut tanpa meniadakan
pemahaman masing-masing ayatnya. Jadi membaca ayat-ayat dengan cepat sekaligus
membayangkan arti dan maknanya secara cepat. Wah, kalau saya bayangkan, metode
ini membuat pikiran encer dan cerdas ya. Karena melatih berpikir cepat. Nah
jika saya sudah berhasil melampaui tahap ini, maka saya akan membaca ulang dari
awal ayat yang akan saya hafalkan, satu persatu. Yah, saya akan membaca satu
ayat dan langsung saya masukkan ke dalam pikiran saya. Artinya, saya
menghafalkan ayat tersebut dalam satu kali melihat. Dan subhanallah, ternyata
saya benar-benar bisa langsung hafal ayat tersebut hanya dalam satu kali
melihat. Dengan begitu, saya bisa melanjutkan ayat berikutnya. Ayat kedua sudah
berhasil saya hafalkan, maka saya akan mengulang dari ayat yang pertama kali
saya hafalkan lebih dahulu. Artinya saya menyambungnya. Dan alhamdulillah, saya
bisa menggabungkan dua ayat tersebut tanpa melihat mushaf. Setelah itu saya
lanjut ayat ketiga dan begitu seterusnya, sampai ayat terakhir yang sudah saya rencanakan
sebelumnya.
Dengan metode ini, yaitu menghafal dengan membaca mushaf
terjemahan, saya merasakan keajaiban yang luar biasa. Yaitu, saya bisa
menghafalkan satu halaman mushaf dalam setengah jam saja.
Mulai dari
sinilah saya baru mengetahui fungsi mushaf terjemah dalam menghafal al-Qur’an.
Ternyata mushaf terjemah memudahkan kita dalam menghafal al-Quran. Walaupun
mungkin kita belum mendapatkan tafsir surat yang akan kita hafal, maka mushaf
terjemah sedikit banyak membantu pemahaman kita terhadap ayat-ayat yang kita
baca. Selain itu, mengapa mushaf terjemah sangat membantu kita dalam menghafal
al-Qur’an? Karena, dengan membaca terjemahan ayat-ayat al-Qur’an, kita bisa
faham dengan ayat-ayat yang kita baca dan kita hafalkan. Tidak masuk akal sama
sekalikan kalau kita menghafal sesuatu yang tidak kita paham? Yah, kalau kita
analogikan, seperti orang menghafal teks bahasa Prancis yang sama sekali tidak
ia pahami. Tentu sangat sulit sekali. Inilah, mungkin salah satu penyebab
mengapa ada seseorang yang mengeluhkan sulit menghafal al-Qur’an. Tidak lain
dan tidak bukan karena dia tidak faham dengan apa yang sedang ia hafalkan.
SERING MEMBACA & MENDENGARKAN
SURAT YANG AKAN DIHAFAL
Sering mendengarkan surat yang akan dihafal ternyata cukup
membantu dalam menghafal al-Qur’an. Karena dengan sering mendengar surat yang
dihafal, membuat kita terbiasa mendengar lafadz-lafadz atau kata-kata yang ada
di dalam surat tersebut, dan kita pun
menjadi kenal dengan lafadz-lafadznya.
Ini termasuk salah satu dari rangkaian metode yang saya pakai
dalam menghafal Al-Qur’an. Saya selalu membiasakan diri melakukan tilawah satu
surat secara keseluruhan pada surat yang sedang saya hafalkan. Misalnya saya
sedang menghafalkan surat al-Anbiya’yang berisi 112 ayat, maka saya selalu
membaca dari ayat pertama hingga ayat ke 112. Walaupun saya sedang menghafalkan
ayat 5. Itu saya lakukan 2x sehari. Yaitu ba’da maghrib dan ba’da subuh. Mengapa
saya melakukan hal demikian? Yah karena supaya terbiasa dengan lafadz-lafadz
yang ada dalam surat tersebut.
Selain tilawah secara keseluruhan, saya juga memperbanyak
mendengarkan murottal surat yang sedang saya hafalkan tersebut. Jika bukan saya
yang ngaji, maka laptop saya yang ngaji. Begitu prinsip saya. Bahkan, ketika
saya tidur pun, murottal tidak saya matikan. Walaupun sampai satu malam.
Mungkin teman-teman akan bertanya-tanya, mengapa murottal
dibiarkan menyala sedang pendengarnya tidur pulas? Bukankah itu termasuk
perbuatan mubadzir? Kalau saya sendiri, mengapa melakukan hal demikian, karena
konon, walau pun jasmani kita tidur, otak kita tidak tidur. Bahkan lebih baik
dalam bekerja menangkap informasi. Dan pernah juga saya membaca disebuah buku,
lupa saya judul buku itu apa, bahwa jika kita membiasakan diri mendengarkan
murottal ketika tidur, maka beberapa tahun kedepan, kita akan ingat dengan
surat-surat yang kita dengarkan beberapa tahun silam dengan sendirinya.
Pernyataan itu saya yakini kebenarannya. Sehingga tanpa ragu saya mempraktekkan
metode mendengarkan murottal ketika tidur.
Selain itu,
dampak mendengarkan murottal ketika tidur adalah membuat tidur kita lebih
nyenyak dan tenang. Yang mencengangkan juga, jika ketika tidur malam saya
menyetel murottal, maka saya bisa bangun lebih pagi dari semestinya. Dan ketika
saya dalam keadaan setengah sadarpun, yang pertama kali saya tangkap adalah
ayat-ayat al-Qur’an. Setelah saya sadar penuh, secara otomatis saya langsung
mengikuti bacaan ayat-ayat yang ada dalam murottal tersebut. Subhanallah.
Bangun tidur dalam keadaan suasana hati bebas dari kotoran-kotoran dosa.
PILIH QARI’ MUROTTAL
YANG JADI FAVORIT
Ini nih,
yang tak kalah penting. Pilih qari’ murattal yang kita suka. Banyak sekali
qari’ al-Qur’an yang kita kenal. Ada syaikh al-Ghamidi, syaikh Matrud, syaikh
imam as-Syatiry, syaikh Emad al-Minsyari, syaikh Musyari Rasyid al-Fasyi, dan
masih banyak sekali. Masing-masing dari kita pasti mempunyai qari’ idola. Nah,
untuk membantu hafalan, kita bisa memilih qari’ idola kita untuk membantu dalam
menghafal. Mengapa harus memilih satu qari’ yang kita idolakan? Yah, tentunya
gaya baca atau tarannum (lagu, nada) yang dipakai sang qari’ sudah melekat
benar dengan telinga, hati dan pikiran kita. Sehingga dalam menirukan bacaan
sang qari’ idola pun kita tidak kesulitan. Kalau qari’ yang saya suka adalah
syaikh Musyari Rasyid. Tetapi ternyata murottal syaikh Musyari Rasyid itu ada
beberapa versi. Sepertinya versi ke dua milik syaikh Musyari Rasyid yang menjadi
favorit saya.
Pernah saya mendengar/membaca (lupa), bahwa murottal syaikh
Musyari Rasyid menjadi contoh yang baik dalam menghafal Al-Qur’an, karena
bacaannya yang pelan, dan tarannum (nada)nya teratur. Sehingga sangat
bagus dan pas untuk membantu dalam menghafal al-Qur’an.
Inget
sekali saat saya masih tinggal di pospes, para akhawat sangat suka sekali
dengan bacaan syaikh Musyari Rasyid. Hingga mereka pun sering menirukan bacaan
syaikh Musyari. Hampir di setiap tempat dan di setiap waktu, saya selalu
mendengar beberapa akhawat yang dengan asyiknya menirukan bacaan beliau. Seakan-akan
bacaan syaik Musyari itu seperti nyanyian. Subhanallah. Mungkin hal inilah yang
akhirnya membuat saya ikut-ikutkan memfavoritkan murottal syaikh Musyari Rasyid.
GUNAKAN TARANNUM (IRAMA)
KETIKA TILAWAH
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Baguskanlah
Al-Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus menambah keindahan
Al-Qur’an.” Beliau juga bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang tidak
melagukan Al-Qur’an.”
Menggunakan tarannum atau
irama saat membaca al-Qur’an itu hukumnya mustahab atau disukai. Bahkan ada
satu hadits yang menyebutkan bahwa Allah sangat menyukai hambanya yang membaca
al-Qur’an dengan irama. Tentunya irama yang digunakan adalah irama yang
sewajarnya. Irama yang tidak merubah tajwid dan makhraj hurufnya.
Kita akan bisa menghafal
al-Qur’an jika kita suka dengan al-Qur’an. Tapi kalau kita tidak suka dengan
al-Qur’an, misalnya melihat al-Qur’an bawaannya males melulu, maka dijamin 80%
tidak akan suka menghafal al-Qur’an. Lalu bagaimana supaya kita bisa menyukai
al-Qur’an? Tentu jawaban pertama kali adalah ingat fadhilahnya. Ingat keutamaannya.
Keutamaan membaca al-Qur’an dan menghafal al-Qur’an sangat banyak sekali. Yang kedua,
kita memohon kepada Allah supaya memberi kita kecintaan terhadap al-Qur’an.
Yang ketiga, kita mempelajari al-Qur’an.
Nah untuk yang nomor ketiga,
yaitu supaya kita mencintai al-Qur’an, kita harus mempelajari al-Qur’an
terlebih dahulu. Mempelajari al-Qur’an ialah mempelajari cara membaca al-Qur’an
dan mempelajari tafsir al-Qur’an. Yang saya tekankan dalam hal ini adalah kita
mempelajari bacaan al –Qur’an. Mempelajari cara membaca al-Qur’an dengan benar
itu sangat penting sekali. Selain membuat kita lancar dalam membaca al-Qur’an,
kita juga bisa memperbagus bacaan al-Qur’an kita.
Saya masih ingat ketika awal
belajar tahsin al-Qur’an, tidak disangka membuat saya 100x lebih tertarik kepada
al-Qur’an. Dengan belajar tahsin al-Qur’an, membuat saya bisa membaca al-Qur’an
dengan benar, bahkan membuat irama bacaan saya menjadi lebih teratur. Saya pun
menjadi menikmati bacaan al-Qur’an saya dan betah berlama-lama dalam
bertilawah.
Itulah, betapa pentingnya
menggunakan irama ketika membaca al-Qur’an. Kita bisa menikmati bacaan al-Qur’an
kita karena bagusnya irama kita. Perlu diketahui, biasanya jika kita menikmati
irama tilawah kita, maka orang lain pun akan menikmati bacaan al-Qur’an kita. So,
baguskan seni irama tilawah Anda, dan Anda akan merasakan sensasinya. (??. Hehe).
Mungkin ini dulu yang bisa
saya share tentang kiat menghafal al-Qur’an ala saya sendiri, :-).
Dan boleh sekirannya teman-teman mau ngeshare juga cara menghafal al-Qur’an ala
teman-teman. Karena setiap orang mempunyai metode sendiri-sendiri, dan sulit
untuk diseragamkan.
Ok. To be continued.
Langganan:
Postingan (Atom)