Selasa, 25 Juni 2013

JADI MUSLIMAH SEJATI ITU SUSAH NGGA' SIH?




Gals, tentu banyak cewek  yang ngaku dirinya muslimah (baca: wanita muslim). Tapi berapa banyak juga yang kelakuannya tidak seperti muslimah beneran. Pasalnya, dia muslimah tapi gak pake kerudung, muslimah tapi pacaran, muslimah tapi bajunya ketat kayak lemper, muslimah tapi suka genit di depan  ikhwan, suka colak colek ikhwan  (ups), bahkan muslimah tapi zina! Hadew.. naudzubillah minsyarri dzalika. Hmm, trus gimana sih caranya supaya bisa menjadi muslimah yang benar-benar muslimah alias muslimah sejati? Gals, menjadi muslimah sejati tentu tak asal-asalan jadi. Harus ada proses. Tentunya dengan mencari ilmu, banyak baca, belajar, dan mengikuti  kajian-kajian agama, plus yang terpenting adalah mengamalkan ilmu yang telah didapat dan komitmen untuk istiqomah. Sebenarnya untuk menjadi muslimah sejati itu tak sulit, gals. Dengan berbekal akhlak yang baik dan santun akan cukup menjadikan kita sebagai muslimah sejati. Akhlak yang baik dan santun akan menjauhkan kita dari hal-hal yang tidak senonoh dan kurang terpuji. Memakai baju yang memperlihatkan lekuk tubuh wanita tentunya perbuatan yang sangat tidak terpuji, karena akan membuat para cowok melihatnya tanpa berkedip. Dengan memiliki akhlak yang baik, seorang muslimah akan menghindari hal itu dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang longgar dan sopan. Begitu juga, wanita kok jelalatan? Hmm, tentu malu-maluin. Dengan memiliki akhlak yang baik, seorang wanita akan menjaga pandangannya. Wanita yang baik juga menjaga pergaulannya. Dia tidak akan beraktifitas yang menyebabkan dia harus banyak berinteraksi dengan lawan jenis. Sehingga dengan begitu kehormatannya akan terjaga. Kewibawaannya sebagai seorang wanita muslimah juga akan terpelihara. Ah, pokoknya dia akan menjadi wanita yang sangat mulia dan dimuliakan. Naah, gals, kalau ingin tahu lebih banyak tetang apa saja yang harus dilakukan dan didihindari supaya bisa menjadi muslimah sejati, kita musti harus banyak mencari ilmu, ngaji, biar ga kuper gitu lho.

Minggu, 16 Juni 2013

USTADZAH YANG BIJAKSANA DALAM MENGHAKIMI



Kita sebagai seorang mu’allim (guru), pasti sering pusing menghadapi segala polah tingkah anak didik di majlis ta’lim. Seperti di TPA, di TK, SD, MTS atau bahkan di Muallimat/ tingkat SMA. Sebelum para peserta didik menapaki jenjang kuliah, memang sudah sewajarnya jika mereka melakukan tindakan-tindakan yang membuat para ustadz-ustadzahnya pusing. Begitu juga dengan kita, memang kita harus rela berpusing-pusing ria plus berjengkel-jengkel ria menghadapi tingkah polah mereka. Karena memang tingkah laku para peserta didik selama di majlis ta’lim adalah di bawah tanggung jawab pengajar Walaupun begitu, kita harus pintar-pintar menjaga perasaan jengkel atau pusing yang dirasakan plus berhati-hati mengekspresikan perasaan itu sehingga tindakan kita juga terkendali.
Mengatasi dan menyelesaikan masalah para peserta didik memang susah-susah gampang. Apalagi jika persoalan yang terjadi lumayan pelik. Wah, mungkin ustadz-ustadzahnya pun bisa jadi strees dibuatnya. ^_^. Memang mencari solusi dan penyelesaian permasalahan yang pas dan tepat membutuhkan upaya extra, agar persoalan benar-benar selesai dan tidak merembet dan memunculkan persoalan yang lain lagi. Lalu bagaimanakah supaya bisa mendapatkan cara penyelesaian yang tepat?
Dalam menyelesaikan masalah, diperlukan kemampuan dalam menghakimi. Jika begitu adanya, maka para ustadz-ustadzah pun harus mempunyai kemampuan menjadi hakim. Tentu bukan sekedar hakim kacangan yang kerjanya hanya memvonis terdakwa saja, namun harus menjadi hakim yang baik dan adil. Nah berikut ini akan saya paparkan apa yang harus dilakukan para ustadz-ustadzah untuk menjadi hakim yang baik dan adil itu.

1.      Memahami Persoalan dengan Baik
Jika suatu waktu kita dihadapkan pada sebuah kasus atau permasalahan yang dilakukan oleh para peserta didik, maka langkah yang pertama kali kita ambil adalah, mendalami akar persoalan dengan baik terlebih dahulu. Hal ini sangat penting agar keputusan yang kita ambil nantinya benar-benar tepat. Jadi, mungkin yang pertama kali kita lakukan adalah menggali informasi sebanyak mungkin dari anak yang bersangkutan, dari teman-teman yang berkaitan dengan anak tersebut, atau pihak-pihak lain yang dapat memberikan penjelasan tentang masalah yang sebenarnya.
Sebagai contoh, jika ada salah satu peserta didik terlibat dalam suatu pertengkaran, atau pelanggaran, tanpa suatu alasan yang jelas, maka sangat penting kita mendalami akar masalahnya tersebut. Salah satu caranya adalah mengajak anak yang bertengkar atau melanggar tersebut untuk berbicara dengan kita secara pribadi dan memintanya untuk mengungkapkan akar masalah yang ia hadapi.
Semakin banyak informasi yang kita ketahui, akan semakin mudah pula untuk mempertimbangkan keputusan dan tindakan yang akan diambil. Keputusan atau hukuman pun akan tercipta dengan adil. Anak yang melanggar juga akan menerima hukuman tersebut dengan lapang dada dan penuh dengan kesadaran diri.

2.      Tidak Emosi
Dalam menghadapi masalah, yang harus dihindari adalah emosi. Yah, mungkin tingkah anak didik cukup membuat kita naik pitam, namun kita sebagai seorang utadz-ustadzah tetap harus menahan emosi. Walaupun misalnya, si anak yang bermasalah itu tidak bisa menunjukkan kerjasamanya saat kita ingin mengatasi permasalahannya. Kita tetap harus menguatkan diri dan menjaga sikap kita dengan tenang dan sabar. Jangan sampai emosi kita mempengaruhi keputusan yang kita buat.
Ingat dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bukanlah orang yang kuat yang selalu menang dalam berkelahi, akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (Muttafaq ‘Alaih).
Emosi atau amarah seringkali membuat seseorang tidak bisa berpikir dengan jernih, kurang pertimbangan, dan tidak mampu memahami persoalan dengan baik. Jika demikian, bisa dipastikan keputusan yang diambil tidak akan adil, bahkan bisa saja menyimpang, dan tidak disetujui oleh banyak pihak.
Sudah berapa banyak kita mendengar kabar penganiayaan guru terhadap muridnya. Biasanya peristiwa diawali dengan tingkah murid (yang sebenarnya sepele) yang membuat sang guru marah. Akibatnya terjadilah hukuman tak berperikemanusiaan yang diberikan guru kepada murid. Itulah akibat dari emosi. Oleh sebab itu, jika kita dalam keadaan emosi, sebaiknya kita endapkan dulu emosi kita, jangan memberikan keputusan dulu, sampai keadaan kita menjadi labil dan kita bisa berpikir jernih. Anak didik yang sengaja berbuat kesalahan memang harus diberi sanksi. Namun, ingat, dalam memberikan sanksi, kondisi kita harus dalam keadaan tenang dan tidak emosi. Karena sifat emosi yang meluap-luap bukan karakter ustadz-ustadzah yang bijaksana.

3.      Tidak Pilih Kasih
Siapapun yang melanggar peraturan akan mendapatkan peringatan atau hukuman. Artinya, peringatan dan hukuman tetap diberlakukan kepada siapapun yang melanggar. Tidak pandang bulu siapakah yang melanggar, walaupun anak yang melanggar adalah anaknya sahabat kita, atau masih ada hubungan kerabat dengan kita, atau malah anak kita sendiri. Jadi tidak ada istilah pilih kasih. Semuanya dihukumi sama.
Sikap tidak pilih kasih inilah yang harus kita tunjukkan kepada para peserta didik. Karena biasanya, sikap pilih kasih sangat berpengaruh sekali dalam jiwa para peserta didik. Sikap pilih kasih sangat begitu menyakiti hati peserta didik, bahkan mereka tidak akan melupakannya selama hidup mereka. 

4.      Tegas
Inilah sikap yang harus kita miliki tatkala membuat keputusan. Selama keputusan dibuat berdasarkan data-data yang akurat, maka tanpa menghiraukan bisikan-bisikan yang masuk, kita harus komitmen dengan keputusan yang memang sesuai untuk diterapkan dan jangan ragu. Jangan sampai keputusan yang sudah dibuat diubah karena terpengaruh hal-hal yang tidak semestinya. Karena jika demikian yang terjadi, maka keputusan yang diambil akan terkesan main-main dan tidak serius.  Dan bahkan sangat repot juga, kalau misalnya para peserta didik menilai bahwa para ustadz-ustadzahnya plin-plan dalam memberi aturan. 

5.      Konsekuensi bukan hukuman
Kegiatan belajar dan mengajar sangat perlu aturan kedisiplinan demi kelancaran proses belajar mengajar. Tingkah polah anak didik yang menyelisihi atau keluar dari aturan kedisiplinan yang telah dibuat termasuk pelanggaran. Pelanggar aturan pun harus diberi tindakan. Namun untuk pemberian tindakan ini, kita harus sangat hati-hati memutuskannya. Sangat baik sekali kalau semua akibat dari setiap pelanggaran bisa dipertimbangkan dan ditentukan sejak awal sebagai konsekuensi. Yang perlu diingat, tindakan untuk semua pelanggaran ditujukan untuk memberi konsekuensi dan bukan hukuman. Karena hukuman dan konsekuensi sangat beda sekali. Coba kita kenali apa itu hukuman dan apa itu konsekuensi.
Hukuman
1.   Menjadikan peserta didik sebagai pihak yang tidak punya hak tawar menawar dan tidak berdaya. Guru atau ustadz-ustadzahnya menjadi pihak yang sangat berkuasa. Ingat “Power tends to corrupt”
2.    Jenisnya tergantung ustadz-ustadzahnya, apabila hati ustadz-ustadzah sedang senang maka santri terlambat pun tidak akan dikunci diluar.
3.   Bisa dijatuhkan berlipat-lipat derajatnya terutama bagi santri yang sering melanggar peraturan.
4.   Ustadz-ustadzah cenderung memberi cap buruk bagi santri yang sering melanggar.
5.   Sifatnya selalu berupa ancaman
6.   Tidak boleh ada pihak yang tidak setuju, semua pihak harus setuju. Jadi sifatnya memaksa.
Konsekuensi
1.      Dijatuhkan saat ada perbuatan yang terjadi dan berdasarkan pada aturan yang telah disepakati.
2.      Sesuai dengan perilaku pelanggaran yang peserta didik lakukan.
3.      Menghindari memberi cap pada anak, dengan memberi cap jelek akan melahirkan stigma pada diri anak bahwa ia adalah pribadi yang berperilaku buruk untuk selama-lamanya.
4.      Membuat santri bertanggung jawab pada pilihannya. Ustadz-ustadzah bisa mengatakan “Zulfan, kamu memilih untuk ribut pada saat ustadz sedang menerangkan maka silahkan duduk di luar selama 5 menit”. Dengan demikian ustadz-ustadzah menempatkan harga diri anak pada peringkat pertama. Bandingkan dengan perkataan ini “Zulfan, dasar kamu anak tidak tahu peraturan,…. tukang ribut! Sana keluar….!
Bentuk hukuman dan kensekuensi dari dhahirnya memang agak mirip. Namun, konsekuensi diadakan disertai kesadaran murid sebagai akibat dari perbuatan yang ia lakukan. Misalnya, sebuah TPA menerapkan konsekuensi atas para peserta didik yang terlambat, yaitu dengan memotong jam istirahat sampai meminta mereka masuk TPA di hari libur. Dengan demikian para peserta didik menjadi makin bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya serta harga diri mereka juga terjaga. Selain itu juga mereka juga menjadi sadar bahwa konsekuensi bertujuan untuk penyadaran dengan mengambil atau mengurangi hak istimewa mereka .
Konsekuensi juga diadakan dalam rangka mengembangkan kualitas pendidikan. Sehingga bolehlah saya sebut konsekuensi dengan hukuman edukatif. Dan sekali lagi, hukuman yang bersifat edukatif ini dibuat bersamaan dengan dibuatnya peraturan-peraturan kedisiplinan, serta disepakati oleh semua peserta didik sebagai konsekuensi dari pelanggaran yang terjadi.

6.      Hukuman Edukatif
Hukuman memang sudah sewajarnya jika diberikan kepada anak-anak yang sengaja berbuat kesalahan. Akan tetapi, dalam menghukum, kita harus memperhatikan jenis hukuman apa yang seharusnya diberikan kepada anak-anak yang melanggar. Perlu diketahui, hukuman itu ada, bukan hanya supaya membuat anak jera dengan perbuatannya dan tidak mau mengulanginya. Akan tetapi hukuman merupakan konsekuensi yang diadakan untuk menyadarkan sang anak yang melanggar tadi, dan mengajarinya rasa tanggung jawab. Itu saja. Sehingga dalam memberi hukuman, perlu sekali mempertimbangkan nilai edukatif yang terkandung dalam hukuman yang kita adakan.
Ada banyak sekali jenis hukuman yang mempunyai nilai edukatif, diantaranya:
1)      Menampakkan wajah masam
Wajah masam yang kita perlihatkan kepada anak yang melakukan kesalahan bertujuan memperlihatkan kepada anak tersebut bahwa kita tidak suka dan tidak setuju dengan perbuatannya. Bagi anak, wajah masam yang diperlihatkan oleh para ustadz-ustadzahnya bisa menjadi hukuman baginya. Saat anak yang melakukan kesalahan melihat perubahan ekspresi kita, maka dia akan menyadari bahwa perbuatannya salah dan dia harus memperbaikinya.
2)      Memberikan time out
Maksud dari memberikan time out adalah dengan menyuruh si anak untuk berpisah dari kelompoknya, menyuruhnya duduk atau berdiri di suatu ruangan tertentu dalam waktu tertentu untuk merenungi kesalahannya. Bisa juga, dengan cara meminta si anak untuk beristighfar dengan jumlah tertentu. Setelah si anak selesai, baru anak dijelaskan kesalah-kesalahannya dan akibat dari kesalahan tersebut. Dan dia diperingatkan untuk tidak mengulanginya. Hukuman seperti ini sangat cocok untuk anak yang melakukan kesalahan terkait sopan santun baik kepada guru, orang tua, maupun kepada teman sebayanya.
3)      Memberi anak tugas bersih-bersih
Sebagai ustadz-ustadzah yang baik, kita tentu tak ingin memberikan toleransi kepada anak yang tidak mau menjaga kebersihan. Tak hanya terhadap anak yang tak menjaga kebersihan, kepada anak yang melakukan kesalahan lain pun bisa diberikan hukuman ini. Ketika di majlis ta’lim, kita bisa menyuruh anak untuk membersihkan papan tulis, menyapu kelas/ruang belajar sebelum pulang, atau kebersihan lainnya. Hukuman ini juga bisa mengajarkan tanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kepada si anak.
4)      Menyuruh anak meminta maaf kepada orang yang disakitinya
Ketika anak melakukan kesalahan kepada orang lain maka salah satu hukuman yang bisa berikan kepada si anak adalah dengan menyuruhnya meminta maaf kepada orang yang bersangkutan. Dengan menyuruhnya meminta maaf itu sama saja mengajarkan anak untuk bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
5)      Menyuruh anak berjanji untuk tidak mengulanginya
Salah satu tujuan diberikannya hukuman kepada anak adalah agar anak tidak mengulangi perbuatannya. Jadi, setelah kita membuat anak sadar akan kesalahannya maka tugas kita selanjutnya adalah membuat anak berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukannya. Hukuman semacam ini memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah melatih anak untuk berlaku jujur, amanah, dan konsisten untuk menepati janjinya.
6)      Menyuruh anak membantu pekerjaan kita
Salah satu hukuman yang edukatif adalah dengan menyuruh anak membantu pekerjaan kita. Misalnya menghapus papan tulis, membagikan buku kepada santri lain, atau tugas-tugas guru lainnya.
7)      Menyuruh anak membaca buku dan menceritakan isinya
Menyuruh anak membaca buku adalah salah satu jenis hukuman edukatif yang cukup banyak disarankan oleh para pakar pendidikan dibanding dengan memarahi atau memukulnya. Selain dapat menambah pengetahuan, hukuman ini juga mengajarkan kebiasaan yang baik kepada si anak, khususnya kepada mereka yang tidak suka membaca. Selain membaca buku, menyuruh anak menceritakan kembali apa yang ia baca juga sangat penting. Hal ini diperlukan agar anak serius membaca apa yang ia baca. Jika hanya diminta untuk membaca tanpa menyampaikan isi dari yang ia baca, ada kemungkinan anak tidak serius membaca dan melakukannya hanya sebatas penggugur dosa. Selain itu juga, hukuman jenis ini akan bermanfaat bagi kita untuk mengetahui sejauh mana daya tangkap anak terhadap buku yang ia baca.
8)      Menyuruh anak menghafal
Hmm, ini mah hukuman favorit yang diberikan para ustadz-ustadzah untuk anak-anak yang melakukan kesalahan. Memang sangat bagus sekali meminta anak untuk menghafal, seperti menghafal surat-surat pendek dalam al-Qur’an, atau menghafal pelajaran yang masih berkaitan. Hukuman ini akan sangat bermanfaat untuk mengasah daya ingat, melatih konsentrasi, dan banyak manfaat lainnya.
9)      Menyuruh anak menulis
Menulis merupakan kegiatan yang sangat baik dibiasakan sejak kecil. Dengan menulis, anak dilatih untuk bisa mentransfer apa yang ada dalam pikiran mereka dalam bentuk tulisan. Menulis akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan daya kreatifitas anak. Selain itu, kebiasaan menulis sejak kecil juga bisa menjadi investasi masa depan bagi si anak. Jika kebiasaan menulisnya terus diasah, bukan tidak mungkin si anak kelak akan menjadi seorang penulis hebat dan mampu memberikan banyak mafaat bagi orang banyak.

7.      Tidak Terlalu Memvonis, tetapi Menyadarkan
Terlalu memvonis peserta didik yang berbuat salah sebenarnya merupakan cara yang kurang tepat. Sebab, vonis akan membuat para peserta didik merasa tertekan dan terlalu disalahkan, sehingga kemungkinan besar mereka akan menjadi pribadi yang minder atau sebaliknya, pendendam. Oleh karena itu, jika kita sedang menangani peserta didik yang sedang bermasalah, maka kita hindari sikap memvonis dan melakukan upaya-upaya yang dapat membuat peserta didik menyadari akan kesalahannya. Misalnya, kita katakana pada anak yang bersalah: “Ustadz ( Ustadzah) dapat memahami mengapa kamu berbuat seperti itu. Akan tetapi kamu harus mengetahui bahwa perbuatan yang kamu lakukan itu merupakan hal yang di larang di pesantren ini. Ustadz (Ustadzah) bersedia membantu kamu asalkan kamu menyadari bahwa tindakanmu kurang tepat dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Jika kamu bersedia, Ustadz (Ustadzah) sangat berterima kasih dan bangga dengan keputusanmu”.

Jumat, 07 Juni 2013

CARA CERDAS MENGHAFAL AL-QUR’AN



Assalamualaikum, Brother n Sista yang dirahmati Allah.. ngobrol yuk tentang mengahafal al-qur’an. Hmm.. sepertinya pembahasan tentang menghafal al-Qur’an selalu menarik ya. Terbukti banyak sekali buku-buku yang membahas tentang keajaiban menghafal al-Qur’an, atau tips n trik menghafal al-Qur’an. Saya yakin, setiap orang mempunyai trik sendiri-sendiri bagaimana cara mudah menghafal al-Qur’an. Cara saya menghafal al-Qur’an tentu beda dengan cara antum menghafal al-Qur’an. Iya kan? Oke, dalam tulisan ini, saya mencoba menshare bagaimana cara saya menghafal al-Qur’an.
PENTINGNYA MEMPELAJARI BAHASA ARAB
Dalam menghafal al-Qur’an ini, yang pertama kali saya rasakan menjadi sesuatu yang sangat mendukung dalam menghafal al-Qur’an adalah kemampuan berbahasa Arab. Ya, mempunyai ilmu bahasa Arab dan mempunyai kemampuan dalam menggunakannya adalah kunci yang pas dalam menghafal al-Qur’an. Mengapa kemampuan berbahasa Arab sangat andil dalam membantu menghafal al-Qur’an? Bukankah banyak sekali cerita yang mengatakan bahwa ada anak-anak kecil yang berhasil menghafal al-Qur’an secara keseluruhan padahal mereka tidak bisa bahasa Arab sama sekali? Mengenai cerita-cerita itu, saya tidak mengingkari kebenarannya. Tetapi saya anggap itu adalah suatu mukjizat atau keistimewaan yang Allah berikan kepada mereka. Namun, tentunya dengan cerita-cerita itu, kita tidak bisa mengharapkan untuk mendapatkan mukjizat seperti mereka. Karena mungkin kita bukan termasuk orang-orang yang dipilih Allah untuk menerima karamah tersebut, tetapi kita termasuk orang-orang yang dipilih Allah untuk menggapai kemuliaan dengan bekerja keras dalam menghafal al-Qur’an.
Kembali kepada kemampuan berbahasa Arab, mengapa bahasa Arab sangat membantu sekali dalam menghafal al-Qur’an? Ya, karena bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an. Dengan mempelajari bahasa Arab, tentunya sangat membantu kita dalam berinteraksi dengan al-Qur’an. Mungkin kita terlalu awang-awangen ya untuk mempelajari bahasa Arab? Habis bahasa Arab itu rumit dan sulit. Betul ga Bro, Sis? Hehe. Saya juga merasakan sulitnya mempelajari bahasa Arab kok. Pengalaman ngajar bahasa Arab; tapi sulit menjadikan anak bisa bahasa Arab :-) . Nah, lalu, kira-kira apa ya standar kemampuan berbahasa Arab yang bisa membuat kita terbantu dalam menghafal Al-Qur’an? Apakah harus bisa ngomong nerocos pakai bahasa Arab dulu biar mudah menghafal al-Qur’an? Hmm, menurut saya sepertinya tidak harus seperti itu ya. Jika tujuannya untuk mudah menghafal al-Quran, sepertinya cukup mempelajari sturktur kalimat dalam bahasa Arab dan memperbanyak mengenali kosa kata dalam bahasa Arab. Itu saja insya Allah cukup.
Struktur kalimat dalam bahasa Arab yang saya maksud itu seperti mengenali bagaimana bentuk fi’il (kata kerja), isim (kata benda) dan hurf (huruf), serta mengetahui cara penggunaannya. Jika penggunaan ketiga aspek itu sudah dikenali dan syukur-syukur dikuasai juga, maka insya Allah menghafal al-Qur’an akan lebih mudah. Nah, untuk itu Bro, Sis, yang saya sayangi, yuk bareng-bareng belajar bahasa Arab.. :-).
MEMBACA AL-QUR’AN TERJEMAHAN


Nah, ini nih, cara kedua yang saya pakai ketika menghafal al-Qur’an. Metode ini saya dapatkan tatkala saya ikut program tahfidz. Kebetulan di lembaga tahfidz yang saya ikuti mempunyai program pembagian dua mushaf kepada peserta tahfidz. Ada dua mushaf yang diberikan secara cuma-cuma kepada perserta tahfidz, yaitu mushaf kecil utsmani dan mushaf terjemahan dari Depag. Mushaf utsmany kecil yang dibagikan itu untuk penyeragaman dalam pemakaian model mushaf, supaya yang dipakai untuk menghafal adalah mushaf itu saja dan tidak ganti-ganti. Yang kedua adalah mushaf terjemahan. Awalnya saya tidak terlalu paham apa fungsi mushaf terjemahan tersebut. Yang penting saya diberi mushaf itu sudah cukup membuat saya senang.
Tatkala saya mulai menghafal al-Qur’an, yang kebetulan adalah membikin hafalan baru, artinya saya sama sekali belum hafal dengan surat tersebut, saya mencoba membuka mushaf terjemahan tersebut. Yang saya lakukan bukan membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan mushaf tersebut. Tetapi saya lebih condong membaca terjemahan ayat-ayat yang akan saya hafalkan.
Perlu diketahui, biasanya dalam mushaf terjemahan, tiap-tiap pembahasan dalam al-Qu’an selalu diberi subbab. Misalnya bab ‘Pendustaan orang-orang kafir terhadap Al-Qur’an’, nah maka ayat-ayat yang ada di bawah subbab tersebut adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan pendustaan orang kafir terhadap al-Qur’an. Dalam satu subbab ini, saya membaca dan memahami isi subbab tersebut secara terperinci, sehingga saya bisa mengikuti alur pembahasannya. Ingat, yang saya baca bukan ayat-ayat yang tertulis dalam bahasa Arab, namun terjemahannya saja. Setelah saya faham betul isi subbab tersebut, (misalnya dalam satu subbab ada 11 ayat, maka yang saya baca hanya 11 ayat itu saja), saya baru membaca ayat-ayat al-Qur’an dengan perlahan-lahan, sambil menerjemahkan perkata lafadz-lafadz ayat-ayat tersebut dalam hati. Nah, dalam hal ini, ilmu bahasa Arab akan terpakai. Saya beri contoh: di dalam surat al-Anbiya ayat 26 disebutkan:
 وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُون .
Jika kita melihat dalam mushaf terjemahan, maka arti yang kita dapatkan:
“Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak", Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. [957]. (Dalam pojok terjemahan tersebut ada catatan kaki: [957]. Ayat ini diturunkan untuk membantah tuduhan-tuduhan orang-orang musyrik yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu anak Allah).
Yang pertama saya lakukan adalah memahami betul tulisan dalam tejemahan tersebut. Setelah saya paham betul, maka saya akan membaca ayat وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُون . saya baca ayat ini pelan-pelan bahkan perlafadz sambil membayangkan arti dan maknanya. Seperti: وَقَالُوا : dan mereka berkata, اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ: Allah yang Maha Penyayang mengambil (mempunyai), وَلَدًا : anak. (maksudnya malaikat itu adalah anak Allah). سُبْحَانَهُ : Maha Suci Dia. بَلْ : bahkan, عِبَادٌ : (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba, مُكْرَمُون : yang dimuliakan.
Saya membaca ayat tersebut perlahan-lahan sambil membayangkan artinya, serta membayangkan maknanya (maksud ayatnya). Jika ayat tersebut belum betul-betul merasuk dalam pikiran dan hati saya, maka akan saya ulang ayat tersebut berkali-kali, sampai saya bisa membaca ayat tersebut dan langsung memahami makna ayatnya. Bahkan, mungkin saya juga agak lebay dalam metode ini, biasanya kalau saya faham betul dengan isi ayatnya, maka saya akan memberi konotasi ketika membaca ayat-ayat al-Quran. Sehingga dalam membaca al-Qur’an pun, suara saya agak menggebu-gebu, sesuai dengan isi ayatnya. Hmm, lebay banget ya.
Nah setelah, saya tuntas membaca ayat-ayat yang akan saya hafalkan, dengan cara tadi, yaitu, pertama, membaca dan memahami terjemahan ayat-ayat yang akan kita hafalkan, dan yang kedua, membaca ayat-ayat yang akan kita hafalkan secara perlahan sambil memahami makna ayat-ayatnya, maka saya akan memasuki tahap menghafalkan.
Jika diawal saya membaca ayat secara perlahan, maka tatkala sudah memasuki fase menghafal, saya mencoba membaca ayat-ayat yang akan saya hafalkan dengan cepat. (Ingat, ini masih dalam tahap membaca dengan membuka mata dan melihat tulisan). Saya akan membaca cepat ayat-ayat tersebut tanpa meniadakan pemahaman masing-masing ayatnya. Jadi membaca ayat-ayat dengan cepat sekaligus membayangkan arti dan maknanya secara cepat. Wah, kalau saya bayangkan, metode ini membuat pikiran encer dan cerdas ya. Karena melatih berpikir cepat. Nah jika saya sudah berhasil melampaui tahap ini, maka saya akan membaca ulang dari awal ayat yang akan saya hafalkan, satu persatu. Yah, saya akan membaca satu ayat dan langsung saya masukkan ke dalam pikiran saya. Artinya, saya menghafalkan ayat tersebut dalam satu kali melihat. Dan subhanallah, ternyata saya benar-benar bisa langsung hafal ayat tersebut hanya dalam satu kali melihat. Dengan begitu, saya bisa melanjutkan ayat berikutnya. Ayat kedua sudah berhasil saya hafalkan, maka saya akan mengulang dari ayat yang pertama kali saya hafalkan lebih dahulu. Artinya saya menyambungnya. Dan alhamdulillah, saya bisa menggabungkan dua ayat tersebut tanpa melihat mushaf. Setelah itu saya lanjut ayat ketiga dan begitu seterusnya, sampai ayat terakhir yang sudah saya rencanakan sebelumnya.
Dengan metode ini, yaitu menghafal dengan membaca mushaf terjemahan, saya merasakan keajaiban yang luar biasa. Yaitu, saya bisa menghafalkan satu halaman mushaf dalam setengah jam saja.
Mulai dari sinilah saya baru mengetahui fungsi mushaf terjemah dalam menghafal al-Qur’an. Ternyata mushaf terjemah memudahkan kita dalam menghafal al-Quran. Walaupun mungkin kita belum mendapatkan tafsir surat yang akan kita hafal, maka mushaf terjemah sedikit banyak membantu pemahaman kita terhadap ayat-ayat yang kita baca. Selain itu, mengapa mushaf terjemah sangat membantu kita dalam menghafal al-Qur’an? Karena, dengan membaca terjemahan ayat-ayat al-Qur’an, kita bisa faham dengan ayat-ayat yang kita baca dan kita hafalkan. Tidak masuk akal sama sekalikan kalau kita menghafal sesuatu yang tidak kita paham? Yah, kalau kita analogikan, seperti orang menghafal teks bahasa Prancis yang sama sekali tidak ia pahami. Tentu sangat sulit sekali. Inilah, mungkin salah satu penyebab mengapa ada seseorang yang mengeluhkan sulit menghafal al-Qur’an. Tidak lain dan tidak bukan karena dia tidak faham dengan apa yang sedang ia hafalkan.
SERING MEMBACA & MENDENGARKAN SURAT YANG AKAN DIHAFAL
Sering mendengarkan surat yang akan dihafal ternyata cukup membantu dalam menghafal al-Qur’an. Karena dengan sering mendengar surat yang dihafal, membuat kita terbiasa mendengar lafadz-lafadz atau kata-kata yang ada di dalam surat tersebut, dan  kita pun menjadi kenal dengan lafadz-lafadznya.
Ini termasuk salah satu dari rangkaian metode yang saya pakai dalam menghafal Al-Qur’an. Saya selalu membiasakan diri melakukan tilawah satu surat secara keseluruhan pada surat yang sedang saya hafalkan. Misalnya saya sedang menghafalkan surat al-Anbiya’yang berisi 112 ayat, maka saya selalu membaca dari ayat pertama hingga ayat ke 112. Walaupun saya sedang menghafalkan ayat 5. Itu saya lakukan 2x sehari. Yaitu ba’da maghrib dan ba’da subuh. Mengapa saya melakukan hal demikian? Yah karena supaya terbiasa dengan lafadz-lafadz yang ada dalam surat tersebut.
Selain tilawah secara keseluruhan, saya juga memperbanyak mendengarkan murottal surat yang sedang saya hafalkan tersebut. Jika bukan saya yang ngaji, maka laptop saya yang ngaji. Begitu prinsip saya. Bahkan, ketika saya tidur pun, murottal tidak saya matikan. Walaupun sampai satu malam.
Mungkin teman-teman akan bertanya-tanya, mengapa murottal dibiarkan menyala sedang pendengarnya tidur pulas? Bukankah itu termasuk perbuatan mubadzir? Kalau saya sendiri, mengapa melakukan hal demikian, karena konon, walau pun jasmani kita tidur, otak kita tidak tidur. Bahkan lebih baik dalam bekerja menangkap informasi. Dan pernah juga saya membaca disebuah buku, lupa saya judul buku itu apa, bahwa jika kita membiasakan diri mendengarkan murottal ketika tidur, maka beberapa tahun kedepan, kita akan ingat dengan surat-surat yang kita dengarkan beberapa tahun silam dengan sendirinya. Pernyataan itu saya yakini kebenarannya. Sehingga tanpa ragu saya mempraktekkan metode mendengarkan murottal ketika tidur.
Selain itu, dampak mendengarkan murottal ketika tidur adalah membuat tidur kita lebih nyenyak dan tenang. Yang mencengangkan juga, jika ketika tidur malam saya menyetel murottal, maka saya bisa bangun lebih pagi dari semestinya. Dan ketika saya dalam keadaan setengah sadarpun, yang pertama kali saya tangkap adalah ayat-ayat al-Qur’an. Setelah saya sadar penuh, secara otomatis saya langsung mengikuti bacaan ayat-ayat yang ada dalam murottal tersebut. Subhanallah. Bangun tidur dalam keadaan suasana hati bebas dari kotoran-kotoran dosa.
PILIH QARI’ MUROTTAL YANG JADI FAVORIT
Ini nih, yang tak kalah penting. Pilih qari’ murattal yang kita suka. Banyak sekali qari’ al-Qur’an yang kita kenal. Ada syaikh al-Ghamidi, syaikh Matrud, syaikh imam as-Syatiry, syaikh Emad al-Minsyari, syaikh Musyari Rasyid al-Fasyi, dan masih banyak sekali. Masing-masing dari kita pasti mempunyai qari’ idola. Nah, untuk membantu hafalan, kita bisa memilih qari’ idola kita untuk membantu dalam menghafal. Mengapa harus memilih satu qari’ yang kita idolakan? Yah, tentunya gaya baca atau tarannum (lagu, nada) yang dipakai sang qari’ sudah melekat benar dengan telinga, hati dan pikiran kita. Sehingga dalam menirukan bacaan sang qari’ idola pun kita tidak kesulitan. Kalau qari’ yang saya suka adalah syaikh Musyari Rasyid. Tetapi ternyata murottal syaikh Musyari Rasyid itu ada beberapa versi. Sepertinya versi ke dua milik syaikh Musyari Rasyid yang menjadi favorit saya.
Pernah saya mendengar/membaca (lupa), bahwa murottal syaikh Musyari Rasyid menjadi contoh yang baik dalam menghafal Al-Qur’an, karena bacaannya yang pelan, dan tarannum (nada)nya teratur. Sehingga sangat bagus dan pas untuk membantu dalam menghafal al-Qur’an.
Inget sekali saat saya masih tinggal di pospes, para akhawat sangat suka sekali dengan bacaan syaikh Musyari Rasyid. Hingga mereka pun sering menirukan bacaan syaikh Musyari. Hampir di setiap tempat dan di setiap waktu, saya selalu mendengar beberapa akhawat yang dengan asyiknya menirukan bacaan beliau. Seakan-akan bacaan syaik Musyari itu seperti nyanyian. Subhanallah. Mungkin hal inilah yang akhirnya membuat saya ikut-ikutkan memfavoritkan murottal syaikh Musyari Rasyid.
GUNAKAN TARANNUM (IRAMA) KETIKA TILAWAH
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Baguskanlah Al-Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur’an.” Beliau juga bersabda: “Bukan dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.”
Menggunakan tarannum atau irama saat membaca al-Qur’an itu hukumnya mustahab atau disukai. Bahkan ada satu hadits yang menyebutkan bahwa Allah sangat menyukai hambanya yang membaca al-Qur’an dengan irama. Tentunya irama yang digunakan adalah irama yang sewajarnya. Irama yang tidak merubah tajwid dan makhraj hurufnya.
Kita akan bisa menghafal al-Qur’an jika kita suka dengan al-Qur’an. Tapi kalau kita tidak suka dengan al-Qur’an, misalnya melihat al-Qur’an bawaannya males melulu, maka dijamin 80% tidak akan suka menghafal al-Qur’an. Lalu bagaimana supaya kita bisa menyukai al-Qur’an? Tentu jawaban pertama kali adalah ingat fadhilahnya. Ingat keutamaannya. Keutamaan membaca al-Qur’an dan menghafal al-Qur’an sangat banyak sekali. Yang kedua, kita memohon kepada Allah supaya memberi kita kecintaan terhadap al-Qur’an. Yang ketiga, kita mempelajari al-Qur’an.
Nah untuk yang nomor ketiga, yaitu supaya kita mencintai al-Qur’an, kita harus mempelajari al-Qur’an terlebih dahulu. Mempelajari al-Qur’an ialah mempelajari cara membaca al-Qur’an dan mempelajari tafsir al-Qur’an. Yang saya tekankan dalam hal ini adalah kita mempelajari bacaan al –Qur’an. Mempelajari cara membaca al-Qur’an dengan benar itu sangat penting sekali. Selain membuat kita lancar dalam membaca al-Qur’an, kita juga bisa memperbagus bacaan al-Qur’an kita.
Saya masih ingat ketika awal belajar tahsin al-Qur’an, tidak disangka membuat saya 100x lebih tertarik kepada al-Qur’an. Dengan belajar tahsin al-Qur’an, membuat saya bisa membaca al-Qur’an dengan benar, bahkan membuat irama bacaan saya menjadi lebih teratur. Saya pun menjadi menikmati bacaan al-Qur’an saya dan betah berlama-lama dalam bertilawah.
Itulah, betapa pentingnya menggunakan irama ketika membaca al-Qur’an. Kita bisa menikmati bacaan al-Qur’an kita karena bagusnya irama kita. Perlu diketahui, biasanya jika kita menikmati irama tilawah kita, maka orang lain pun akan menikmati bacaan al-Qur’an kita. So, baguskan seni irama tilawah Anda, dan Anda akan merasakan sensasinya. (??. Hehe).

Mungkin ini dulu yang bisa saya share tentang kiat menghafal al-Qur’an ala saya sendiri, :-). Dan boleh sekirannya teman-teman mau ngeshare juga cara menghafal al-Qur’an ala teman-teman. Karena setiap orang mempunyai metode sendiri-sendiri, dan sulit untuk diseragamkan.
Ok. To be continued.