Al-hamdulillahirabbil
‘alamin, setelah saya mengikuti seminar pembelajaran bahasa Arab di Ma’had Abu
Bakar as-Shiddiq, saya mendapatkan manfaat yang sangat banyak sekali, yaitu bagaimana
cara mengajarkan bahasa Arab yang banar dan sesuai dengan tingkatan yang ada. Berikut
ini akan saya mencoba berbagi apa yang saya dapatkan dalam seminar tersebut. Semoga bermanfaat.
Ada
empat unsur yang dipelajari dalam mempelajari pelajaran berbahasa, yaitu listening, speaking, reading, dan writing.
A. Listening
/ Fahmul Masmu’/ Menyimak.
Listening
dalam bahasa Arab diistilahkan dengan Fahmul Masmu’, yaitu memindahkan
bahasa yang terdengar kepada makna yang dimaksudkan.
Dalam
mengajarkan fahmul masmu’, diharapkan anak didik mampu:
1.
Mengenali suara
dan membedakan yang mirip dan berdekatan (berkaitan dengan pengucapan huruf,
misalnya: عليم dan اليم, ).
2.
Membedakan
bacaan huruf dalam bahasa siswa dan bahasa Arab. (Dengan pengertian bahwa cara
mengucapkan huruf-huruf dalam bahasa Arab tidak seperti pengucapan huruf dalam
bahasa Indonesia atau Jawa).
3.
Mengenali bacaan
panjang pendek, syaddah, tanwin dan tanda baca lain.
4.
Mengenali makna
yang tersirat dari intonasi baca, seperti kagum, bertanya, memberitakan, dst.
5.
Menggunakan
hubungan symbol bacaan dan tulisan dan membedakan antara keduanya.
6.
Menemukan ide pokok
dan penjelas dari yang telah didengarkan.
Adapun
jenis materi fahmul masmu’ ada dua, yaitu:
A.
Fahmul
Masmu’ Mukatstsaf.
-
Murid memahami
teks atau dialog dengan detail dan menguasai kosa katanya.
-
Biasanya teks
panjang dan disampaikan di dalam kelas dan dalam bimbingan langsung dari guru.
B.
Fahmul
Masmu’ Muwassa’
-
Meny imak teks
atau dialog panjang untuk memahami makna umum darinya.
-
Mengulang
kembali mendengar teks untuk mendengarkan teks-teks yang dibicarakan
sebelumnya.
-
Guru hanya
mendiskusikan tentang ide paling penting dari teks yang didingarkan.
Adapun langkah-langkah pengajaran materi fahmul
masmu’ ialah:
-
Pendahuluan
materi.
-
Guru menjelaskan
materi.
-
Guru
memperdengarkan materi teks maupun dialog.
-
Guru memberikan
penjelasan tentang mufradat dan ungkapan baru, seseuai dengan metodenya.
-
Memperdengarkan
teks maupun dialog sekali lagi.
-
Guru
mendiskusikan kandungan umum materi.
-
Guru
menyampaikan soal latihan fahmul masmu’.
B.
Speaking atau
Maharatul Kalam
Al-kalam
(bicara, percakapan) termasuk ketrampilan berbahasa yang sangat penting. Jika
kita mau mengurutkan, maka al-kalam atau percakcapan ini menduduki peringkat ke
dua setelah istima’ dalam proses belajar mengajar bahasa Arab. Bahkan al-kalam
merupakan inti dalam pembelajaran bahasa Arab. Sehingga sama sekali tidak benar
jika dalam mempelajari bahasa Arab kita mengesampingkan ketrampilan berbicara
atau bercakap-cakap ini. Jika kita analogikan, orang yang mempelajari bahasa
Arab dan menguasainya namun tidak mahir dalam berbicara dan bercakap-cakap,
maka kita gambarkan, kalau itu adalah suatu kitab, maka orang yang menguasai
kaedah bahasa Arab tetapi tidak mahir berbicara dan bercakap-cakap, maka dia
masih berada di hamisy kitab tersebut dan belum masuk pada inti kitab. Artinya
al-kalam atau ketrampilan berbicara merupakan suatu yang prinsip yang sama
sekali tidak boleh diabaikan.
Target pengajaran Maharatul Kalam ialah:
1.
Mampu
melafadzkan tiap huruf secara fashih dan benar, keluaar dari makharijnya secara
tepat.
2.
Bisa membedaka n
ucapan huruf-huruf yang mirip tapi beda.
3.
Bisa membedakan
antara ucapan dengan bunyi panjang dan pendek.
4.
Mampu
mengucapkan kata dan kemudian kalimat secara tepat dan benar.
5.
Mampu
menggunakan tarkib / susunan bahasa Arab secara benar dalam percakapan.
6.
Mampu
mengutarakan/mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dengan cara yang benar.
Dengan demikian, target pokok dalam
mempelajari ketrampilan berbicara dan bercakap-cakap adalah kemampuan
mengungkapkan apa yang ada di dalam benak dan kemampuan berbicara dalam bahasa
Arab dengan benar dan fashih, karena inti dari berbahasa adalah dalam hal
bicara.
Cara pengajaran ketrampilan berbicara:
1.
Memompa motivasi
pada anak.
-
Katakan: salah
tidak apa-apa, jangan takut salah, karena takut salah itu salah yang apa-apa J.
-
Memberikan
perhatian yang cukup ketika murid praktek bicara.
-
Pastikan murid
itu relaks dan percaya diri.
-
Tidak mencibir
ketika anak salah.
2.
Jam pelajaran
kalam/ta’bir syafahy adalah waktu untuk murid bukan untuk ustadz-ustadzahnya.
3.
Bertahap dan
berproses.
Misalnya
pada tingkat dasar, guru memulai dengan menghafalkan mufradat (kosakata) baru
dan diulang-ulang. Sangat baik sekali jika dalam memperkaya kosa kata baru
digunakan media yang mendukung, sehingga murid tidak menghafal, tetapi
mengingat, dan ini akan lebih mudah dan tidak memberatkan. Jika dalam sesi ini
murid sudah menguasai, maka berkembang pada pembuatan kalimat dengan
menggunakan kosa kata yang telah diajarkan. Setelah itu baru meningkat pada menghubungkan
antar kalimat (pada kalimat yang disusun acak). Begitu seterusnya, dan yang
terpenting adalah tetap menggunakan tema yang sesuai dengan tingkatan mereka.
Tatkala
murid dipandang sudah mempunyai kemampuan yang lebih matang, maka guru dihasung
untuk melangkah lebih jauh yaitu:
·
Muhawarah
Syafahy (percakapan antara 2 murid), yang mana muhawarah atau percakapan,
merupakan inti dari pembelajaran bahasa Arab.
·
Bercerita
singkat. Jika percakapan berlaku pada dua orang, maka cerita atau hikayat berlaku
hanya satu orang. Jadi seorang murid bercerita sebagai ekspresi dari apa yang
ada di dalam benaknya dari tema yang sudah ditentukan, misalnya tentang
aktivitas sehari-hari atau tentang liburan. Dan lebih diutamakan memerintahkan
murid untuk bercerita di depan kelas supaya mendapatkan perhatian penuh dari
teman-temannya, sehingga mereka juga bisa bersama-sama memahami dan mengoreksi
apa yang diceritakan.
·
Ceramah ilmiyah.
Ini
sangat cocok sekali untuk murid yang sudah mencapai tingkat yang paling tinggi.
Sangat bagus sekali kalau model ceramah di buat seperti ketika seminar, yaitu
ada yang jadi moderator, pembicara dengan bahasa Arab, kemudian penerjemah.
Atau dengan cara lain juga bisa.
4.
Evaluasi.
Perlu
diingat, bahwa pada jam maharatul kalam adalah jam khusus untuk anak dan bukan
untuk guru. Sehingga pada jam ini guru hendaklah tidak banyak bicara kecuali
hanya sebentar saja, sedangkan murid, maka diusahakan seoptimal mungkin untuk
memanfaatkan pelajaran ini sebagai kesempatan latihan .Adapun tugas guru selama
jam pelajaran ini adalah mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
murid, kemudian membahasnya diakhir pelajaran. Sangat tidak dibenarkan, jika
guru sama sekali tidak memperhatikan bagaimana mereka berbicara dan kemudian
mengatakan, “yang penting mereka berani bicara dulu, adapun untuk kesalahan,
mereka akan mengetahuinya sendiri ketika besar, kelak”. Sikap seperti ini tentu
sama sekali tidak dibenarkan. Karena jika hal ini dibiarkan terjadi, maka murid
akan selalu mengulang-ulang kesalahan tersebut bahkan sampai lulus dan menjadi
alumni atau bahkan sampai menjadi guru. Ini semua terjadi disebabkan tatkala
murid melakukan kesalahan yang pertama kali, tidak langsung dibenarkan.
Yang
perlu diperhatikan adalah masalah makharij huruf dan panjang pendeknya, karena
kesalahan dalam berucap sangat mempengaruhi perubahan arti. Sebagaimana
contoh-contoh di bawah ini:
§ Dalam
hal makhraj:
شديد - سديد
ناضر - ناظر
عليم - أليم
سيف - صيف
يسير - يصير
§ Dalam
hal panjang pendek.
مساكين - مساكن
آمين - آمن
كافور - كفور
إن - إنا
C. Reading / Maharatul Qiraah
> Pembagian
pembelajaran maharatul qira’ah menurut tahapannya:
Tahap
pertama: cara pengucapan huruf.
Tahap
kedua : cara pengucapan huruf yang telah menjadi kata.
Tahap
ketiga : membaca kalimat-kalimat pendek.
Tahap
keempat : dari kalimat-kalimat pendek meningkat pada bacaan
yang tidak panjang dan tidak pula pendek.
Tahap kelima : membaca bacaan yang
tidak panjang dan tidak pula pendek.
Tahap keenam : Tahap persiapan
menghadapi teks panjang.
Tahap ketujuh :
membaca teks panjang.
> Cara
pengajaran maharatul qiraah.
1. Dalam
ketrampilan membaca, guru mengenalkan pada murid bagaimana cara mengucapkan
huruf-huruf hijaiyyah yang benar dan sesuai makhrajnya, serta mengenalkan
bagaimana menggunakan huruf-huruf itu dalam pembuatan kata atau kalimat. Selain
itu juga, guru juga mengajarkan bagaimana memadukan antara membaca dan menulis.
Sehingga, murid harus bisa membaca apa yang ia tulis begitu juga sebaliknya,
mampu menuliskan apa yang dia baca. Sangat bagus sekali ketika pengenalan mufaradat
difasilitasi dengan media.
2. Selain
menjadikan anak mampu membaca perhuruf, perkata, dan perkalimat secara benar
dan fashih, murid dituntut untuk dapat memahami apa yang ia baca sesuai konteks
kalimatnya.
3. Membaca
dengan mengkritisi yang dia baca, sehingga murid tahu secara detail apa yang
dia baca, bahkan sampai faham tentang kedudukan antar kalimatnya dari segi
nahwu dan shorofnya.
4. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pengajaran membaca / maharatul qiraah:
* Membedakan
antara huruf qamariah dengan huruf syamsyiah (karena akan mempengaruhi lahjah).
* Memperhatikan
bacaan huruf ta’ marbuthah yang terletak diakhir kalimat (yaitu berubah menjadi
huruf ha’).
* Memperhatikan
bacaan huruf yang di fathatain yang jatuh sebelum tanda baca ( berubah
bacaannya menjadi alif mamdudah).
* Adapun
untuk dhommatain dan kasratain, maka membacanya dengan disukun.
* Memperhitungkan
tanda-tanda baca.
* Memperhatikan
intonasi bacaan (ex: ketika bertanya dan ta’jub).
* Mengucapkan
dengan fashih dan tidak tergesa-gesa ketika membaca.
* Memperhatikan
panjang pendeknya, begitu juga idgham, waqaf, ikhfa’, dan iqlab,
> Macam-macam
ketrampilan membaca:
1.
Jenis membaca
sesuai sifat kerjanya, yaitu:
-
Membaca tanpa
suara. Dengan cara ini pembaca mendapatkan pemahaman dari bacaannya hanya
dengan memindahkan penglihatannya dari satu kalimat kepada kalimat yang lain
tanpa sibuk dengan mengeluarkan suara, sehingga hanya focus memahami apa yang
ia baca.
-
Membaca dengan
jahr. Yaitu membaca dengan suara yang dapat didenganr orang lain sambil
mempertimbangakan pemahaman yang sesuai dengan yang ia baca.
2.
Jenis membaca
yang dilakukan hanya untuk memperoleh tujuannya saja.
-
Membaca jenis
ini bisa dilakukan dengan cepat dan tergesa-gesa atau membaca dengan sekilas. Kecepatan
memang menjadi tujuan, namun tetap tidak boleh mengorbankan pengertian. Dalam
membaca metodhe cepat ini murid tidak diminta untuk memahami
rincian-rinciannya, akan tetapi cukup dengan pokok-pokoknya saja.
-
Membaca
analitis.
Membaca analitis ini melatih murid untuk membaca
secara teliti dan kritis sehingga murid mendapatkan kesimpulan secara tak
tertulis secara explicit dari bacaannya tersebut.
D.
Maharatul
Kitabah (writing ) / ketrampilan menulis.
Ada
tiga proses dalam mempelajari ketrampilan menulis, yaitu: (1) menulis hijaiyyah
(kitabatu harf hijaiyyah), (2) menulis kata (kitabatul kalimat),
(3) menulis kalimat (kitabatul jumlah).
Tahap
pertama, menulis hijaiyyah. Secara umum, tahapan ini
berbentuk latihan menulis huruf-huruf hijaiyyah dalam beragam bentuk dan posisi
(saat berdiri sendiri atau bersambung dengan yang lain; saat berada di depan,
di tengah atau di akhir).
Tahap
kedua, menulis kata. Secara umum tahapan ini berupa
latihan menulis kata secara teliti dan cermat, misalnya dengan memperhatikan
keberadaan huruf-huruf yang di baca namun tidak ditulis atau sebaliknya,
huruf-huruf yang ditulis namun tidak dibaca; ta’ maftuhah dan ta’ marbuthah;
alif tegak dan alif layyinah; bersambungnya alif-lam dengan huruf-huruf
qamariyah dan syamsyiyah; hamzah qath’, hamzah washal, hamzah di tengah dan di
akhir kata; dan masih banyak lagi.
Tahap
ketiga, menulis kalimat. Ini merupakan tahapan menulis
setelah terampil menulis kata. Tahap ini merupakan latihan merangkai kata dan
menuangkan makna. Ini kerap disebut dengan tabir tahriry, yaitu mengungkapkan
makna dalam bentuk tertulis. Ketrampilan menulis pada tingkat ini dibutuhkan
kemampuan intelegensi, sehingga murid sudah ha rus mulai diajari tentang nahwu
dan shorof.